Kamis 01 Aug 2019 02:20 WIB

Pemerintah tak Hanya Bahas Insentif untuk Maskapai

Pemerintah merancang kebijakan jangka menengah dan panjang mengatasi masalah tiket.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Tiket pesawat
Foto: Republika
Tiket pesawat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini masih melakukan pembahasan mengenai insentif fiskal untuk mengatasi persoalan tingginya harga tiket pesawat. Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso memastikan kebijakan fiskal yang tengah dibahas tersebut tidak hanya insentif untuk maskapai penerbangan saja. 

Susiwijono mengatakan kebijakan yang akan disiapkan memungkinkan juga untuk agen perjalanan dan pihak lainnya. "Semuanya, termasuk harus disuport sektor-sektor lain," kata Susiwijono kepada Republika.co.id, Rabu (31/7). 

Baca Juga

Pada dasarnya, Susiwijono menegaskan saat ini pemerintah dengan para maskapai masih terus berkoordinasi. Hal tersebut untuk merumuskan kebijakan jangka menengah dan panjang dalam mengatasi persoalan harga tiket pesawat. 

"Kebijakan ini untuk membangkitkan industri penerbangan dan menjaga harga atau tarif angkutan udara," tutur Susiwijono. 

Dengan begitu, Susiwijono menegasakan keputusan tersebut nantinya tidak hanya kebijakan fiskal dan nonfiskal saja. Susiwijono mengatakan pemerintah akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan mendasar pengaturan angkutan udara di Indonesia.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan pemerintah harus menyiapkan amunisi yang beragam untuk mengatasi persoalan harga tiket pesawat. Saat ini, tingginya harga tiket pesawat sudah berdampak kepada sektor pesawat.

"Dari sisi fiskal saja misanya itu bisa dicoba sampai kepada kebijakan fiskal dan nonfiskal ke travel agent untuk membuka promosi," kata Faisal di Jakarta, Selasa (30/7).

Faisal mengatakan kebijakan fiskal dan nonfiskal dibutuhakan untuk menstimulasi permintaan terhadap pengguna pesawat. Sebab hal demand yang ada menjadi berkurang karena tingginya harga tiket pesawat.

Di luar hal tersebut, Faisal menuuturkan harus juga menyelesaikan persoalan dari hulu ke hilirnya. "Karena kami melihat dari segi sisi avtur bisa ditekan," ujar Faisal.

Terlebih, Faisal mengatakan pada dasarnya volume penerbangan di Indonesia sangat besar sekali. Jadi, lanjut Faisal, jika maskapai hanya bermain di volume sudah bisa untung tanpa harus mengambil margin terlalu tinggi. 

Amunisi selanjutnya yaitu bayar pelayanan bandara hingga perawatan pesawat. "Banyak komponen yang harus kita impor, kebijakan perdagangan mestinya harus bermain di sini. Misalkan untuk suku cadanh itu bisa ditekan," ungkap Faisal. 

Faisal juga menyarankan maskapai bisa memaksimalkan management penerbangan. Terutama dengan rute penerbangan yang kurang efisien dna pada akhirnya terus menggerogoti dari sisi biaya operasional maskapai. 

Terlebih, Faisal menuturkan pertumbuhan sektor transportasi, komunikasi, restauran, dan hotel mulai melambat. "Ini (perlambatan sektor pariwisata) banyak dipengaruhi oleh harga tiket pesawat," kata Faisal. 

Faisal menilai tingginya harga tiket pesawat cukup signifikan dampaknya terhadap pariwisata. Jadi, kata dia, harga tiket pesawat memiliki efek domino yang cukup panjang terutama kepada sektor pariwisata. 

Pertumbuhan sektor restoran dan hotel pada semester satu 2019 mencapai 5,42 persen. Sementara pada periode yang sama tahun lalu pertumbuhan sektor restoran dan hotel mencapai 5,64 persen.

Lalu pertumbuhan transportasi dan komunikasi pada semester satu 2019 mencapai 4,91 persenm sementara pada periode yang sama tahun lalu, sektor transportasi dan komunikasi mencapai 4,96 persen. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement