REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti bidang hukum The Indonesian Institute Aulia Y Guzasiah menekankan, jaksa agung seharusnya dijabat oleh figur-figur yang tidak terafiliasi partai politik. Jaksa Agung harus bebas dari konflik kepentingan.
"Figur seorang jaksa agung tentunya akan lebih baik diisi oleh orang-orang yang memang sama sekali tidak terafiliasi dari partai politik apa pun," kata Aulia dihubungi, di Jakarta, Sabtu (3/8).
Menurut Aulia jaksa harus besar dari konflik kepentingan sebab karakteristiknya menjalankan fungsi penuntutan dan penegakan hukum. Dalam UU Kejaksaan, jaksa disebutkan harus melaksanakan fungsi itu secara "merdeka" yang bermakna mesti independen, berdiri sendiri, dan lepas dari anasir-anasir kepentingan tertentu.
"Sedangkan partai politik, sudah jamak diketahui sebagai organisasi kepentingan. Kata kepentingan di sini, tentunya harus selalu dipandang netral. Sebab hakikat partai politik itu sendiri adalah wadah dimana kepentingan-kepentingan yang berpihak pada rakyat diperjuangkan," ujar dia.
Sayangnya, kata Aulia, hal ini seringkali luput diilhami dan sulit untuk dipisahkan. Kepentingan elite dan partai politik itu sendiri tidak jarang lebih dominan dan menggerus kepentingan rakyat yang seharusnya diperjuangkan.
Dia menekankan apabila seorang jaksa agung dipilih dari partai, akan sulit untuk mengatakan bahwa jaksa tersebut akan terlepas dari kepentingan partainya, meski orang itu telah mengundurkan diri dari partai.
"Selain untuk menghindari adanya konflik kepentingan yang tentunya akan niscaya apabila ia berasal dari partai. Hal ini juga demi menjamin kemerdekaannya dalam menjalankan kekuasaan negara, dan fungsi penuntutan," kata dia lagi.