REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih menunggu data dari Facebook selaku pemilik Whatsapp terkait kasus child grooming yang menjerat seorang supir taksi daring berinisial AAP. Menurut Argo, ada tiga grup Whatsapp yang dibuat tersangka.
"Di sana ada beberapa nomor (ponsel) dan itu menjadi kewenangan Facebook. Kami masih komunikasi dan menunggu nomor-nomor yang ada di Facebook tersebut," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (6/8).
Argo menyebut, jika sudah mendapatkan data dari Facebook, pihaknya akan menginvestigasi nomor-nomor tersebut. Setelah itu, polisi baru bisa menentukan ada-tidaknya tersangka baru.
"Misalnya di nomor itu ada yang dilanggar ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), nanti bisa dijadikan tersangka," imbuh Argo.
Argo mengungkapkan, dari tiga grup Whatsapp itu ada sekitar 400 nomor yang menjadi member. Ia menyebut, tersangka tidak menjual ratusan nomor tersebut.
Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah meringkus seorang tersangka tindak pidana pornografi terhadap anak melalui media elektronik berinisial AAP. Pelaku yang diketahui sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi daring itu ditangkap di rumahnya di Bekasi, Jawa Barat, 16 Juli 2019.
Pelaku melakukan ancaman dan tindak pidana pornografi dengan cara berkenalan melalui aplikasi gim online Hago. Ia memalsukan identitas diri menjadi seorang remaja pria berusia 15 tahun untuk memikat korbannya.
Salah satu korbannya adalah RAP. Seorang bocah berusia sembilan tahun yang masih duduk di kelas 4 SD. Total ada enam anak dalam kasus child grooming yang melibatkan tersangka AAP.
"Saat berkomunikasi melalui aplikasi tersebut, tersangka meminta korban melakukan video call sex (VCS)," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Iwan Kurniawan, dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Senin (29/7).
Iwan mengatakan, selama melakukan aksinya sejak tahun lalu, total sudah ada enam anak di bawah umur yang menjadi korban kasus child grooming.
"Target adalah anak-anak di bawah umur. Dari barang bukti yang ada, rata-rata korban berusia di bawah 15 tahun, ada yang 9 tahun," ujar Iwan
Tersangka juga memasukkan keenam korbannya ke grup aplikasi pesan singkat Whatsapp. Di dalam grup tersebut terdapat 100 anggota dan sering mengunggah konten-konten pornografi.
Meski targetnya adalah anak-anak di bawah umur, polisi belum bisa memastikan jika tersangka merupakan seorang pedofilia. Tersangka AAP merekam video tersebut tanpa sepengetahuan korban. Berbekal video itu, tersangka mengancam korban jika menolak memenuhi permintaannya melakukan VCS lagi.
Akibat perbuatannya, AAP dikenakan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement