Rabu 07 Aug 2019 09:03 WIB

Pencabutan Status Kashmir akan Ubah Demografis Muslim

Pencabutan status otonomi memungkinkan warga non-Kashmir membeli tanah di sana.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Pendukung Partai Jamaat-e-Islami Pakistan memprotes tindakan India mencabut pasal 370 mengenai otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Selasa (6/8).
Foto: AP Photo/K.M. Chaudhry
Pendukung Partai Jamaat-e-Islami Pakistan memprotes tindakan India mencabut pasal 370 mengenai otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Selasa (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan langkah India mencabut otonomi Kashmir melanggar hukum internasional. Dia khawatir akan ada pembersihan etnis oleh India.

Menurut Khan, penghapusan status khusus akan memungkinkan India mengubah susunan demografis negara mayoritas Muslim tersebut. "Saya khawatir (India) sekarang akan melakukan pembersihan etnis di Kashmir," kata Khan, dilansir BBC, Rabu (7/8).

Baca Juga

"Mereka akan mencoba menghilangkan penduduk lokal dan membawa orang lain dan menjadikan mereka mayoritas sehingga penduduk setempat menjadi budak," ucapnya.

Wilayah itu tetap terisolasi sehari setelah India mengumumkan langkah itu, Senin (5/8). Telekomunikasi sulit, media di Kashmir yang dikelola India dibatasi, dan jam malam diberlakukan. Ini diberlakukan di tengah kekhawatiran keputusan pemerintah untuk mencabut otonomi, dapat memicu protes skala besar oleh orang-orang yang tidak senang dengan pemerintahan India.

Wilayah Himalaya di Kashmir diklaim seluruhnya oleh India dan Pakistan. Akan tetapi masing-masing negara hanya mengendalikan sebagian darinya.

Terdapat pemberontakan separatis yang berlangsung lama di pihak India, ini menyebabkan ribuan kematian selama tiga dekade. India menuduh Pakistan mendukung pemberontak. Sementara tuduhan itu dibantah oleh Pakistan, menyatakan itu hanya memberikan dukungan moral dan diplomatik kepada warga Kashmir yang menginginkan penentuan nasib sendiri.

Sebelumnya, kepala militer Pakistan yang berkuasa mengatakan pasukannya berdiri bersama warga Kashmir dalam perjuangan mereka yang adil. Negara tetangga China juga telah menyuarakan oposisi terhadap langkah India. China menggambarkannya sebagai hal yang tidak dapat diterima.

Protes dan pelemparan batu dilaporkan, serta para pemimpin setempat telah ditahan. Orang-orang Kashmir di bagian lain negara itu mengatakan mereka tidak dapat menghubungi keluarga mereka.

Puluhan ribu pasukan tambahan dikerahkan menjelang pengumuman pemerintah pada Senin, di tempat yang telah menjadi salah satu zona paling termiliterisasi di dunia. Lebih banyak pasukan telah dikirim sejak saat itu.

Pasal 370 hukum yang menjamin status khusus Kashmir merupakan pembenaran utama untuk menjadi bagian dari India. Dengan mencabutnya, pemerintah yang dipimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) telah mengubah hubungan India dengan wilayah tersebut.

Pasal tersebut memungkinkan negara bagian Jammu dan Kashmir memiliki sejumlah otonomi, dengan konstitusinya sendiri, bendera yang terpisah dan kebebasan untuk membuat undang-undang. Namun, urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi tetap menjadi milik pemerintah pusat.

Pemerintah menyatakan Pasal 370 perlu dihapus untuk menempatkan negara pada pijakan yang sama dengan India lainnya. Akan tetapi banyak warga Kashmir percaya BJP pada akhirnya ingin mengubah karakter demografis wilayah mayoritas Muslim dengan mengizinkan warga non-Kashmir membeli tanah di sana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement