REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan telah membangun Desa Migran Produktif (Desmigratif) sejak tahun 2016. Hingga tahun 2019, sebanyak 402 Desmigratif telah terbangun.
Sekretaris Jenderal Kemnaker, Khairul Anwar mengatakan pembentukan Desmigratif merupakan salah satu bentuk kepedulian serta kehadiran negara dalam meningkatkan pelayanan perlindungan kepada Calon PMI ataupun PMI dan anggota keluarganya.
Khairul menjelaskan, Desmigratif adalah upaya melindungi pekerja migran dan keluarganya sejak dari desa. Program ini menuntut peran aktif hingga satuan unit pemerintahan terkecil, yakni pemerintah desa, dalam menyediakan layanan informasi, memberdayakan potensi desa, mengelola koperasi desa, hingga pendidikan anak-anak pekerja migran.
Ia pun mengajak seluruh pihak, baik lintas kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, untuk memberikan perhatian lebih terhadap program tersebut. "Sudah saatnya kita bersama-sama bersinergi, berinteraksi melihat (Desmigratif) ini sebagai program bersama," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan, program Desmigratif memiliki manfaat besar bagi pekerja migran dan keluarganya. Sayangnya, kata dia, program Desmigratif belum cukup dikenal oleh masyarakat.
Untuk itu, ia meminta lintas pemerintahan, baik di pusat dan daerah, maupun masyarakat umum, untuk turut serta mendesimenasikan Desmigratif. "Sehingga daerah-daerah lain yang cukup banyak pekerja migrannya dapat mencontoh dan pada akhirnya perlindungan pekerja migran dapat ditingkatkan," kata Niken.
Melalui program Desmigratif, ia menilai permasalahan tersebut dapat diminimalikan. Sebab, program Desmigratif menyasar langsung desa kantong pekerja migran.
"Sebelum calon pekerja migran berangkat, mereka perlu sekali mengetahui aturan-aturan agar mereka tidak tertipu calo sehingga mereka tidak terlantar," ucap Niken.
Kepala Biro Humas Kemnaker, Soes Hindharno, menambahkan, program Desmigratif memiliki 4 pilar. Salah satunya adalah layanan migrasi yang mencakup layanan informasi pasar kerja luar negeri, tata cara migrasi, pelatihan, hingga informasi perwakilan RI di luar negeri.
Menurutnya, salah satu penyebab lahirnya praktik percaloan dan migrasi unprosedural adalah akses informasi ke masyarakat belum sempurna. "Sehingga muncullah inisiasi ini untuk menyampaikan informasi yang harus sampai ke tangan masyarakat desa," kata Soes.
Direktur PPTKLN, Eva Trisiana menambahkan, ILO mengapresiasi program Desmigratif yang digagas pemerintah Indonesia sebagai upaya perlindungan yang menyeluruh bagi pekerja migran Indonesia.
"Melalui desmigratif kita prioritaskan layanan migrasi sejak di kampung halaman serta peningkatan kesejahteraan keluarga pekerja migran melalui pengelolaan remintansi dan pemberdayaan ekonomi, " kata Eva.