REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pakistan mengumumkan rencana mendepak diplomat India selevel duta besar dari Islamabad dan menangguhkan perdagangan dengan negara tetangganya itu. Hal ini memperdalam perselisihan antarkedua negara mengenai wilayah Kashmir yang disengketakan.
Utusan baru yang ditunjuk Pakistan, Moin-ul-Haq, belum memulai perannya tetapi sekarang tidak akan dipindahkan ke New Delhi, India. Terkait kondisi ini, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan telah memberi beberapa instruksi.
"Mengarahkan agar semua saluran diplomatik diaktifkan untuk mengekspos rezim rasialis India yang brutal, didesain, dan melanggar hak asasi manusia," demikian pernyataan pemerintah Pakistan dilansir dari BBC, Kamis (8/8).
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan juga menginstruksikan angkatan bersenjata waspada. Selain itu, Pakistan meminta Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan perselisihan tersebut.
Kashmir yang dikelola India telah terisolasi sejak pemerintah India pada Senin lalu memutuskan menghapus status konstitusional khusus kawasan itu. Jaringan telepon dan internet telah terputus sejak Ahad malam. Puluhan ribu tentara telah berpatroli di jalan-jalan.
India dan Pakistan telah berperang dua kali atas Kashmir sejak kemerdekaan dari penjajahan Inggris pada 1947. Banyak orang di Kashmir yang dikelola oleh India tidak ingin wilayahnyadiperintah oleh India. Mereka lebih memilih kemerdekaan atau persatuan dengan Pakistan.
Populasi negara bagian Jammu dan Kashmir yang dikelola India adalah lebih dari 60 persen Muslim, menjadikannya satu-satunya negara bagian di India yang mayoritas penduduknya Muslim. Banyak warga Kashmir berpikir mencabut Pasal 370 adalah upaya mengubah karakter demografis wilayah itu, dengan mengizinkan orang non-Kashmir membeli tanah di sana.
Sebelumnya, orang India dari luar negara bagian dapat dilarang untuk menetap atau membeli properti. Tahun lalu, lebih dari 500 orang meninggal termasuk warga sipil, pasukan keamanan dan militan, jumlah korban tertinggi dalam satu dekade.