REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Ormas Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Lutfi, mengakui ada celah longgarnya aturan soal pemrosesan surat keterangan terdaftar (SKT) bagi ormas. Hal ini pun berpotensi memperlambat penerbitan SKT ormas Front Pembela Islam (FPI).
Lutfi mengingatkan jika ada 10 syarat administrasi yang perlu dipenuhi oleh FPI untuk mendapatkan SKT yang baru. Sementara itu, saat ini, syarat-syarat administrasi itu belum terpenuhi.
Jika seluruh syarat sudah lengkap disampaikan, maka Kemendagri segera memproses pengajuan SKT itu. Namun, batasan waktu akhir untuk pengajuan dan pemrosesannya tidak diatur dalam UU Ormas Nomor 16 Tahun 2017.
"UU Ormas tidak mengatur soal itu. UU saat ini masih berbunyi jika seluruh syarat lengkap, maka akan diproses (SKT)," ujar Lutfi ketika dihubungi Republika, Kamis (8/8).
Ia mengakui, ketidaktegasan soal batas akhir itu membuat aturan soal ormas menjadi sangat longgar. "Ya longgar sekali. Kami pun tidak tahu bagaimana dulu para perumus (UU) bisa merumuskan demikian," tegasnya.
Dengan adanya aturan tersebut, menurut Lutfi, ormas-ormas yang tidak melengkapi syarat administrasi tidak bisa diterbitkan SKT-nya. Hal ini berlaku pula untuk FPI. Karena saat ini syarat administrasi untuk SKT belum juga dilengkapi, maka proses penerbitannya berpotensi memakan waktu lama.
"Sebab (mereka) belum memenuhi syarat yang diatur dalam UU Ormas, " tegasnya.
Lebih lanjut, Lutfi merinci setidaknya dua hal yang harus dipatuhi FPI agar SKT bisa cepat terbit. Pertama, menyelesaikan syarat administrasi untuk SKT sebagaimana diatur dalam UU ormas.
Kedua, ideologi FPI tidak boleh bertantangan dengan Pancasila. "Itu undang-undang ya yang berbunyi seperti itu. Untuk komunikasi dengan FPI sampai saat ini masih lancar-lancar saja, " tambah Lutfi.