REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR – Otoritas India telah menahan sedikitnya 300 politisi di wilayah Kashmir. Mereka yang ditangkap kebanyakan telah mengampanyekan pemisahan diri Kashmir dari India.
Kepolisian India belum merilis nama para politisi yang ditahan. Namun, dua pemimpin dari National Conference, sebuah partai regional utama di sana mengatakan, mereka yang ditangkap termasuk dua mantan menteri negara dan legislator.
Penangkapan para politisi itu terjadi menyusul kerusuhan yang terjadi di Kashmir, tepatnya di daerah Srinagar pada Rabu (7/8) malam. Ribuan polisi paramiliter India telah dikerahkan di sana untuk membubarkan demonstrasi yang menentang keputusan Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status khusus Jammu dan Kashmir.
Aksi pelemparan batu setidaknya terjadi di 30 titik di Srinagar. Satu titik di antaranya adalah di dekat Masjid Jama. Daerah itu telah menjadi pusat protes di Srinagar. Sebanyak 13 orang dilaporkan terluka dan harus dirawat di rumah sakit setempat akibat kerusuhan.
Seorang saksi mengatakan, aksi pelemparan batu terhadap aparat India juga terjadi di daerah Bemina yang terletak di barat laut Srinagar. “Ada banyak kemarahan di antara orang-orang,” ucapnya.
Sejak akhir pekan lalu, otoritas India telah memutus jaringan internet di Srinagar. Warga di sana pun dilarang melakukan pertemuan publik. Langkah itu diambil menyusul dicabutnya status istimewa Jammu dan Kashmir yang memicu kemarahan warga di sana.
Pada Selasa lalu, India menurunkan status Jammu dan Kashmir menjadi dua wilayah union teritory (UT), yaitu Jammu dan Kashmir serta Ladakh. Status UT membuat kedua wilayah itu secara langsung dipimpin pemerintah pusat.
Pencabutan status istimewa telah membuat Kashmir tak lagi memiliki hak untuk membuat undang-undang sendiri. Dengan hilangnya status itu, warga dari luar Kashmir pun akan diperkenan untuk membeli properti di daerah tersebut. Larangan pihak luar memiliki properti di Kashmir telah berlaku selama puluhan tahun.