REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pemohon program rumah susun sederhana milik (rusunami) DP 0 (nol) Rupiah mengkritisi prosedur yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI. Pemohon program menilai prosedur rumit.
"Lokasi unitnya belum jelas. Saya juga kurang paham apakah mekanisme yang saya jalani siang ini adalah pendaftaran atau hanya sekadar pendataan penduduk yang tidak memiliki rumah tinggal di Jakarta," kata pemohon, Dede Efendi (28) di Klapa Vilage, Jakarta Timur, Selasa (13/8) siang.
Pada hari terakhir pendaftaran rusunami DP 0 Rupiah yang digelar sejak pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB, pemohon diarahkan petugas menuju tenda transit untuk mengambil nomor antrean. Dede memperoleh nomor antrean 124 dari total 170 pemohon hingga pukul 12.30 WIB. Pemohon kemudian dipanggil satu per satu menuju lima meja petugas piket di dalam ruangan pelayanan.
"Lama banget antreannya. Anak dan istri saya nunggu di mobil karena kepanasan. Area transitnya tidak ada pendingin udara, tapi ada minuman teh dan kopi saja," kata warga Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Pria yang kini berstatus sebagai Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) pada Sub Pemadam Kebakaran (Damkar) Jakarta Pusat itu juga mengaku kesulitan saat mengurus surat keterangan belum menerima bantuan subsidi pemerintah sebagai syarat kepemilikan unit. "Tadinya saya urus di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta. Seharian di sana karena loketnya penuh," ujar Dede.
Untuk memperoleh syarat tersebut, Dede sebelumnya harus mengumpulkan berkas berupa foto copy kartu keluarga, KTP, berikut surat pengantar RT/RW. "Tidak ada pemberitahuan petugas, kalau ternyata urus surat keterangan itu bisa diproses di kelurahan," katanya.
Pemohon lainnya, Toni (34), mengatakan, petugas pelayanan Klapa Vilage kemudian menanyakan seputar persyaratan yang dimiliki pemohon melalui mekanisme wawancara. "Saya ditanya tentang besaran gaji, pengeluaran berapa setiap bulan, jumlah keluarga berapa orang, mau hunian tipenya apa, dan lainnya," katanya.
Usai didata, kata dia, petugas kemudian meminta Toni menunggu pemberitahuan lebih lanjut dalam waktu enam bulan ke depan melalui surat elektronik. "Kita diminta tunggu lewat surat elektronik selama enam bulan ke depan. Kalau diemail lagi oleh mereka, maka saya diminta ikut proses lanjutan," ujarnya.
Toni menambahkan petugas layanan juga tidak memberitahu waktu lokasi unit yang ditawarkan. "Saya tidak tahu unitnya yang mana. Lokasinya juga belum tentu di sini (Klapa Vilage)," katanya.