REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Otoritas Bandara Hong Kong mengatakan operasi penerbangan normal dilanjutkan pada Kamis (15/8) waktu setempat. Aksi unjuk rasa warga pro-demokrasi memaksa pembatalan hampir 1.000 penerbangan pekan ini.
Para pengunjuk rasa bersiap untuk lebih banyak protes massal hingga akhir pekan. China mengulangi pernyataannya bahwa gerakan protes Hong Kong mendekati terorisme karena adanya bentrokan di jalan dan bandara yang berujung pada kekerasan. Polisi kembali bentrok dengan para pengunjuk rasa pada Rabu malam. Pihak kepolisian berupaya membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata ke arah para demonstran.
Sepuluh pekan konfrontasi yang semakin keras antara polisi dan pengunjuk rasa telah menjerumuskan Hong Kong ke dalam krisis terburuknya sejak Hong Kong beralih dari Inggris ke pemerintahan Cina pada 1997. Keamanan yang meningkat tetap dilakukan di bandara internasional kota itu. Sementara, Otoritas Bandara Hong Kong pada Rabu malam mengatakan, para pengunjuk rasa harus memperoleh izin melakukan aksi di bandara dari pihak kepolisian.
Protes yang akan diadakan di terminal harus dilakukan sebelumnya dengan "Surat tidak Ada Keberatan" yang akan diperoleh dari polisi. Lebih banyak protes direncanakan pada Jumat dan akhir pekan di berbagai wilayah di wilayah yang dikuasai China. Para pengunjuk rasa telah menyatakan penyesalannya setelah sebuah aksi damai berubah menjadi kekerasan di salah satu bandara tersibuk di dunia awal pekan ini.
Belum jelas apakah bentrokan kekerasan mungkin telah mengikis dukungan luas yang sejauh ini menarik gerakan di Hong Kong. Protes itu juga menghantam ekonomi kota. Amerika Serikat (AS) mengatakan sangat prihatin dengan berita tentang pasukan polisi China yang dikerahkan di dekat perbatasan. AS meminta China agar pemerintah Hong Kong menghormati kebebasan berbicara. AS juga mengeluarkan imbauan perjalanan yang mendesak agar berhati-hati ketika mengunjungi kota itu.