REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Militer Burkina Faso mengatakan 24 tentara meninggal dalam serangan gerilyawan tak dikenal di salah satu unit militer, Senin (19/8). Peristiwa itu merupakan pukulan terbesar bagi militer dalam perjuangannya mengekang sepak terjang kelompok garis keras.
Militer, yang sebelumnya menyebutkan 10 korban tewas, menuturkan telah meluncurkan operasi darat dan udara guna menanggapi serangan di Koutougou, di Provinsi Soum, Burkina Faso utara. Dalam pernyataannya, Selasa (20/8), tujuh tentara lainnya terluka dan lima lagi masih hilang.
Burkina Faso, yang pernah menjadi wilayah kantong tenang di kawasan Sahel, terkena dampak kekerasan yang menyebar dari negara-negara tetangganya, termasuk semacam serangan etnis yang mengacaukan Mali dalam beberapa tahun belakangan. Petak besar di utara negara tersebut kini berada di luar kendali hingga meningkatkan tekanan bagi Presiden Roch Kabore.
Partai oposisi utama Burkina Faso, Union for Progress and Change (UPC), mendesak pemerintah mundur. UPC menuduh pemerintah gagal melawan banyak ancaman garis keras, yang telah menewaskan ratusan warga sipil dan menyebabkan lebih dari 150 ribu orang mengungsikan diri.
"Ini adalah tim yang kewalahan akibat peristiwa yang silih berganti, yang saat ini sedang bersedekap, menunggu bagaimana nasib akan mengatur mereka dan warga Burkina," menurut pernyataan UPC.