REPUBLIKA.CO.ID, NIAMEY -- Kementerian pertahanan Niger mengatakan 17 tentaranya tewas dalam penyergapan di wilayah barat daya yang berbatasan dengan Burkina Faso pada Selasa (15/8/2023) kemarin. Sejak 2021 lalu serangan di Niger telah menurun.

Namun tetapi keamanan tetap menjadi masalah utama di negara itu. Terutama di daerah barat daya dekat perbatasan dengan negara tetangga, Mali.

Di sisi Mali, kepergian pasukan Prancis tahun lalu meninggalkan kekosongan keamanan yang diperluas oleh kelompok-kelompok yang terkait dengan ISIS dan Al Qaeda.

Dalam sebuah pernyataan Kementerian Pertahanan Niger mengatakan satu detasemen tentara Niger diserang di sebelah komune Torodi. Kementerian menambahkan lebih dari seratus "teroris" dilumpuhkan.

"Reaksi cepat tentara dan respons udara-darat di lokasi pertempuran memungkinkan musuh ditangani," kata pernyataan itu, Rabu (16/8/2023).

Menurut PBB, pada tahun 2021 lalu terdapat lebih dari 4.000 kematian akibat kekerasan serangan kelompok bersenjata di Niger. Kekerasan juga menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi dan menyebabkan kerusakan ekonomi yang meluas.

Pemerintah Niger berjuang untuk membendung kekerasan. Namun militer yang menggelar kudeta pekan lalu kekurangan sumber daya dan tidak dilengkapi untuk menangani ancaman yang ditimbulkan kelompok-kelompok Islam radikal.

Pemerintah juga telah dikritik karena catatan hak asasi manusianya. Khususnya penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan.

Niger terletak di wilayah yang bergolak yang menjadi rumah bagi sejumlah kelompok Islam radikal. Selain tantangan keamanan, Niger juga menghadapi sejumlah tantangan lain, termasuk kemiskinan, perubahan iklim, dan kerawanan pangan.

Niger salah satu negara termiskin di dunia dan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Situasi kerawanan pangan di Niger juga sangat buruk. Menurut PBB, lebih dari 3 juta orang di Niger menghadapi kerawanan pangan.

Ikuti Whatsapp Channel Republika