Rabu 28 Aug 2019 14:51 WIB

Catatan Kritis Koalisi dan Sakit Hati Pansel Capim KPK

Koalisi masyarakat sipil memiliki catatan kritis atas uji publik seleksi capim KPK.

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Dian Fath Risalah

Sejumlah pihak menyoroti hasil proses wawancara dan uji publik yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK). Ada beberapa cacatan koalisi terkait hasil uji publik tersebut, di antaranya, ada beberapa capim yang tidak mampu menjawab pertanyaan sehingga pansel mengajukan pertanyaan dasar mengenai jenis korupsi.

Baca Juga

"Yang mengerankan adalah mengapa capim tersebut lolos hingga tahap wawancara? Seharusnya saringan awal Pansel yakni materi dasar mengenai kelembagaan hingga konsep korupsi," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah, saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (28/8).

Kemudian, menurut Wana, pansel tidak memiliki pertanyaan yang baku untuk seluruh capim seperti perlindungan pegawai terkait kriminalisasi dan intimidasi. Pertanyaan tersebut hanya ditanyakan kepada satu capim. Sedangkan, untuk capim lainnya tidak ditanyakan.

Selanjutnya, pansel telah menanyakan mengenai LHKPN, informasi mengenai dugaan penerimaan gratifikasi serta dugaan intimidasi, yang dilakukan oleh salah satu capim. Namun sayangnya, pertanyaan tersebut bersifat formalitas dan tidak digali lebih dalam. Kemudian, pansel juga dinilai cenderung memiliki standar ganda dalam bertanya kepada setiap capim.

"Bahkan pansel terkesan cenderung hati-hati dalam mengajukan pertanyaan ke salah satu capim," keluhnya.

Catatan berikutnya, lanjut Wana, ada capim yang menggunakan akses pintu keluar berbeda dengan capim lainnya. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan perlakuan terhadap salah satu capim dan terkesan tidak egaliter. Terakhir, waktu yang dialokasikan untuk setiap capim tidak mengakomodir pertanyaan pansel.

"Hal tersebut terbukti dari beberapa pertanyaan pansel yang penting namun dihentikan oleh ketua pansel," tuturnya.

Oleh karena itu, Wana menyampaikan, Koalisi Kawal Capim KPK mendesak agar Pansel Capim KPK untuk memperdalam temuan yang diberikan oleh delapan lembaga negara untuk menggali komitmen dan integritas dari setiap capim. Kemudian, pansel juga harus mempertimbangkan tambahan waktu untuk mengakomodir pertanyaan yang penting.

"Pansel harus bebas kepentingan agar pertanyaan yang ditanyakan ke capim tidak terkesan normatif. Serta, pansel harus memberlakukan standar yang sama kepada seluruh capim KPK," tegas Wana.

Pada Selasa (27/8), ada tujuh orang kandidat yang mengikuti tes wawancara dan uji publik. Sedangkan, 13 orang lainnya akan mengikuti tes secara bertahap pada Rabu (28/8) hingga Kamis (29/8). 

Dalam uji publik ini pansel dibantu oleh dua orang panelis yakni sosiolog Meutia Gani Rahman dan pakar hukum pidana Luhut Pangaribuan. Setiap capim KPK diberikan waktu satu jam untuk menjawab pertanyaan pansel dan panelis.

Adapun, ketujuh kandidat yang menjalani uji publik pada Selasa adalah, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Wakabareskrim Polri Irjen Anton Novambar, dosen Sespim Polri Brigjen Bambang Sri Herwanto, karyawan BUMN, Cahyo R.E Wibowo, Kapolda Sumatra Selatan Irjen Firli Bahuri, auditor BPK, I Nyoman Wara dan penasihat Menteri Desa dan Daerah Tertinggal, Jimmy Muhammad Rifai Gani.

Ketua Pansela Capim KPK) Yenti Ganarsih mengaku tak masalah dengan tudingan dirinya dan delapan anggotanya tak netral dalam seleksi pimpinan lembaga antirasuah. Hal tersebut menanggapi tudingan dari masyarakat sipil yang menilai adanya keberpihakan Pansel dalam meloloskan 20 nama Capim KPK sampai tahap kini.

"Tidak apa-apa, sejak awal tidak masalah. Tanggapannya. Kalau dibilang sakit hati ya sakit hati. Siapa yang tidak ya kan. Mereka menuduhkan kami tidak netral. Begitu saya katakan mereka bahwa mereka antipolisi dan jaksa mereka mengatakan jangan dong Yenti menduga seperti itu. Begitu saya mengatakan bagi saya sepertinya mereka menolak polisi dan jaksa, sementara undang-undang membolehkan. Mereka bilang jangan menduga. Ketika saya mengatakan seperti ini. Jangan menuduh dong. Kalau ditanya perasaan ya tidak sukalah ya. Tapi ya sudah mau bilang apa," tutur Yenti di Gedung Kementerian Sekertariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

Saat ini, lanjut Yenti, pihaknya akan fokus dan mengevaluasi jawaban para Capim KPK yang baru saja menjalani uji terbuka dan wawancara. Pansel Calim KPK akan menyaring 20 nama menjadi 10 nama yang nantinya akan diajukan ke Presiden Joko Widodo dan DPR RI.

photo
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

KPK membuka diri

KPK terus membuka diri terhadap Panseal Capim KPK bila ingin memperdalam rekam jejak para capim KPK. Hal tersebut dilakukan demi pimpinan KPK nantinya yang memiliki rekam jejak yang baik serta integritas.

"Perlu kami tegaskan KPK tidak melihat dari mana calon tersebut berasal tapi yang terpenting adalah aspek integritasnya. Karena yang ingin dijaga adalah oleh institusi KPK dan semangat pemberantasan korupsinya itu yang sebaiknya juga menjadi pemahaman bersama baik KPK, panitia seleksi, ataupun masyarakat secara umum dan para pengambil kebijakan yang lain," tegas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/8).

Diketahui, sebelum pengumuman 20 nama yang lolos tahap profile assessment, KPK terlebih dahulu menyampaikan rekam jejak dari para capim KPK. Disayangkan KPK, dari 20 nama yang lolos masih ada beberapa nama yang memiliki catatan-catatan.

Catatan itu yakni ada capim yang berisiko bila nanti memimpin lembaga antikorupsi dengan segala standar etik yang kuat dan juga memiliki kewenangan yang luar biasa.  Salah satunya, yakni kepatuhan para penyelenggara dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga turut menjadi catatan penting bagi Pansel Capim KPK.

"Kami memang tidak bisa menyebutkan secara spesifik misalnya tentang nama dan dugaan pelanggaran misalnya apa atau catatan-catatan lebih detail terkait dengan nama calon tertentu, karena hal tersebut sudah kami sampaikan kepada pihak panitia seleksi jadi tinggal panitia seleksi yang kami harap bisa melakukan proses rekrutmen ini secara fair dan juga meletakkan integritas sebagai faktor yang paling utama," tutur Febri.

Saat ini, lanjut Febri, kewajiban KPK hanya menyampaikan kepada panitia seleksi secara detail. Karena, tujuannya adalah untuk membantu panitia seleksi memilih orang-orang yang akan menjadi pimpinan KPK.

"Misalnya Pansel memutuskan untuk membuka informasi-informasi tersebut itu di luar domain dari KPK. Yang pasti di KPK kami sudah putuskan informasi detail terkait dengan nama dan informasi lebih rinci dugaan-dugaan temuannya misalnya itu hanya disampaikan pada Pansel," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement