Kamis 29 Aug 2019 13:56 WIB

Kapolri: Kerusuhan di Deiyai Seharusnya tak Terjadi

Panglima dan Kapolri mengunjungi Papua.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kanan) dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memberikan keterangan seusai menggelar pertemuan tertutup di Mapolda Papua, Jayapura, Papua, Selasa (27/8/2019).
Foto: Antara/Gusti Tanati
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kanan) dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memberikan keterangan seusai menggelar pertemuan tertutup di Mapolda Papua, Jayapura, Papua, Selasa (27/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyesalkan insiden kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Distrik Deiyai, Papua Barat, Rabu (28/8). Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, kejadian yang memakan korban jiwa tersebut semestinya tak terjadi di saat ia bersama Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto, sedang melakukan safari khusus ke Bumi Cenderawasih untuk berdialog dengan warga Papua dan Papua Barat mencari solusi redakan ketegangan.

Tito menerangkan, kunjungannya bersama Hadi ke sejumlah kota di Papua dan Papua Barat menghasilkan komitmen baik untuk meredam situasi. Semua pihak sepakat bersama-sama menyelesaikan masalah utama penyebab ketersinggungan warga Papua, dan Papua Barat, serta saling menjaga keamanan dan tak saling memprovokasi. Hal itu dibutuhkan agar Bumi Cenderawasih tetap kondusif.  

Baca Juga

Selama safari Tito bersama Hadi berkunjung ke Sorong, dan Manokwari di Papua Barat, Selasa (27/8). Selanjutnya pada Rabu (28/8), kedunya berkunjung ke Biak, Jayapura, dan Timika di Papua.

Tito mengatakan, dalam setiap pertemuan tersebut, ia mengajak seluruh tokoh adat dan masyarakat, dan pejabat, serta perwakilan anggota dewan, untuk berdiaolog.“Prinispnya, bahwa masyarakat di Papua Barat, dan Papua, mereka komit untuk menjaga keamanan dan ketertiban di sana. Semua paham, dan semua berharap, bahwa sama-sama bisa menjaga keamanan. Stabilitas yang kondusif, kita semua sependapat,” kata Tito.

Meskipun, Tito mengakui, ada tuntutan tegas dari warga Papua dan Papua Barat, terhadap Polri, maupun TNI untuk menyelesaikan akar masalah.

Warga di Papua dan Papua Barat saat ini hanya menuntut satu hal kepada Polri maupun TNI yakni penyelesaian hukum terkait insiden di Surabaya, Jawa Timur (Jatim).  Peristiwa yang dianggap rasisme dan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua itu, dianggap menyakiti seluruh warga di Bumi Cenderawasih.

“Mereka mengharapkan adanya penegakan hukum dalam peristiwa, terutama yang ada di Surabaya. Karena memang, menurut mereka ada perlakuan yang tidak pantas di peristiwa Surabaya,” ujar Tito. 

Menanggapi desakan itu, Tito berkomitmen, bahwa Polri, dan TNI berjanji, akan menuaikan harapan warga Papua dan Papua Barat tersebut. “Dan kita (Polri dan TNI) sudah sampaikan, sudah dilakukan penegakan hukum, dan sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Itu di Polda, maupun Kodam Jatim, sedang ditangani,” sambung Tito.

Tito pun berharap, berjalanannya penanganan kasus di Surabaya tersebut akan mengembalikan situasi yang kondusif di Papua, dan Papua Barat.

Ia menyesalkan kericuhan yang terjadi  di Distrik Deiyai. Kerusuhan tersebut berujung pada kekerasan yang menimbulkan korban jiwa.  “Peristiwa di Deiyai ini, sangat kita sesalkan,” terang Tito.

Satu anggota TNI gugur dan dua lainnya luka-luka, serta tiga anggota Polri juga terkena panah lantaran serangan kelompok bersenjata. Di kubu penyerang, dikatakan ada juga yang meninggal dunia, dan luka-luka akibat peluru karet dari senjata petugas.

Insiden kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di Distrik Deiyai, Rabu (28/8) berawal dari aksi demonstrasi rentetan warga di kota-kota utama Papua dan Papua Barat yang terjadi sejak Senin (19/8). Aksi gelombang massa turun ke jalan warga Papua dan Papua Barat, sebagai respons protes atas peristiwa penggrebekan yang disertai dengan ungkapan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jumat (16/8).  

Namun gelombang massa turun ke jalan warga Papua dan Papua Barat tersebut dalam beberapa hari terakhir, disertai dengan aksi tuntutan dari  sejumlah kelompok massa di yang menuntut Indonesia menggelar referendum atas hak politik warga Papua Barat. Tuntutan menentukan sikap politik atas Papua Barat itu, menjadi salah satu penyebab insiden kekerasan dan kerusuhan yang terjadi  di Deiyai.

Pada saat kerusuhan terjadi di Deiyai, di Mabes Polri mengumumkan langkah maju penanganan kasus rasisme yang terjadi di asrama Papua Surabaya. Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Rabu (28/8) mengatakan, Polda Jatim telah menetapkan TS (Tri Susanti) kordinator aksi pengepungan asrama Papua Surabaya, sebagai tersangka.

Pada Senin (26/8),  Komando Daerah Militer V/ Brawijaya, pun telah menonaktifkan Komandan Komando Rayon Militer 0831/02 Tambaksari Mayor (Infanteri) N. H. Irianto dan membebastugaskan lima anggota TNI lainnya lantaran diduga ikut terlibat dalam insiden di asrama Papua Surabaya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement