Sabtu 31 Aug 2019 01:19 WIB

Akademisi Yogyakarta Tagih Transparansi Seleksi Capim KPK

Saat ini Pansel Capim KPK tengah memilih 10 nama yang akan diserahkan ke presiden.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Dukung KPK melakukan aksi solidaritas di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Foto: Thoudy Badai
Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Dukung KPK melakukan aksi solidaritas di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Jumat (30/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kekecewaan atas proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK disuarakan banyak kalangan di Yogyakarta. Sejumlah akademisi dari perguruan-perguruan tinggi turut meminta transparansi atas proses tersebut.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid mengatakan, penegakan hukum terhadap kasus korupsi Indonesia masih memiliki masalah. Bahkan, indeks prestasi korupsi Indonesia masih jauh dibanding negara-negara lain.

Baca Juga

Untuk itu, ia menilai, Indonesia perlu pengawal yang tidak cuma mencegah tapi menindaklanjuti penegakan praktik-praktik korupsi. Selain itu, penting menuntaskan kasus-kasus korupsi masa lalu.

"Sangat penting dipastikan pimpinan KPK betul-betul orang yang bersih, berintegritas dan terbebas dari beban korupsi masa lalu," kata Fathul di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat (30/8).

Sebab, ia menilai, bisa jadi kendala pengusutan kasus-kasus masa lalu lantaran tersandera jual beli kepentingan. Sehingga, mutlak pimpinan KPK harus jauh dari kepentingan politik jangka pendek.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Trisno Raharjo menilai, proses seleksi capim KPK menampilkan banyak banyak kekurangan. Termasuk, tidak diacuhkannya masukan-masukan.

Untuk itu, ia berharap kepada presiden untuk mempertimbangkan betul-betul proses yang ada selama ini. Sehingga, pimpinan-pimpinan terpilih bukan merupakan orang-orang yang justru melemahkan KPK.

"Perlu dipertimbangkan agar proses seleksi lebih transparan dan memperhatikan aspirasi masyarakat," ujar Trisno.

Dosen FEB Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Praditya mengingatkan, KPK merupakan amanah reformasi. Jadi, tidak bisa pemilihan pimpinan KPK dilakukan tanpa adanya transparansi.

Terlebih, ia merasa, penegakan kasus korupsi KPK turut memberikan pengaruh besar atas masa depan generasi penerus bangsa. Karenanya, pemilihan pimpinan KPK memiliki posisi sangat vital bagi bangsa.

"Kalau kita menginginkan anak cucu kita hidup di negara yang maju, sekarang kewajiban kita orang tua untuk berkorban menuntaskan amanah reformasi itu," kata Rimawan.

Pada Kamis (29/8), Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK sudah menyelesaikan tahap wawancara dan uji publik 20 orang capim KPK. Nantinya, pansel tidak akan mengumumkan 10 capim terpilih ke publik.

"Terhadap 10 nama tersebut kami langsung menyerahkan kepada Presiden. Pansel hanya menyerahkan kepada Presiden dan tidak mengumumkan sepanjang tidak diminta oleh Presiden," ungkap Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Kamis (29/8).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement