REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Para pelajar sekolah dan universitas Hong Kong akan melakukan boikot dan mengadakan demonstrasi pro-demokrasi untuk hari kedua, Selasa (3/9).
Ribuan siswa bergabung dengan demonstrasi di universitas, Senin (2/9). Sebagian besar diantara mereka memakai topeng gas, bergandengan tangan untuk membentuk rantai manusia, dan meneriakkan Hong Kong agar diberikan otonomi yang lebih besar dari pemerintah China.
Pemberontakan yang tak terkendali di Hong Kong menambahkan tekanan pada pemimpinnya, Carrie Lam. Ia dijadwalkan mengadakan konferensi media pada pukul 09.30 pagi waktu setempat.
Reuters secara eksklusif melaporkan pada Selasa, Lam mengatakan kepada para pengusaha pekan lalu, ia telah menyebabkan malapetaka yang tak termaafkan. Awalnya, ia memicu krisis politik dengan memperkenalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) ekstradisi yang sekarang ditangguhkan.
Menurut rekaman audio yang bocor, Lam mengatakan dia akan berhenti jika dia punya pilihan. Seorang juru bicara Lam mengatakan, kantornya tidak akan mengomentari pertemuan pribadi tersebut.
Ratusan ribu orang turun ke jalan dalam protes sejak pertengahan Juni dalam sebuah tantangan langsung ke Beijing. China menuduh kekuatan asing, terutama Amerika Serikat (AS) dan Inggris turut mempengaruhi kerusuhan.
Seorang juru bicara Kantor Urusan Hong Kong dan Makau China akan berbicara kepada media tentang situasi di Hong Kong pada pukul 15.00 aktu setempat. Ketegangan memuncak, dengan beberapa kericuhan kecil di sekitar wilayah itu setelah malam pada Senin. Polisi menembakkan gas air mata untuk membersihkan para pengunjuk rasa di wilayah padat Mongkok di semenanjung Kowloon.