Senin 11 May 2020 15:50 WIB

Hong Kong Tangkap 250 Demonstran Pro-Demokrasi

Otoritas Hong Kong tangkap 250 orang yang ikut dalam demonstrasi pro-demokrasi

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Polisi antihuru-hara Hong Kong bentrok dengan demonstran yang menyerukan reformasi pemilihan dan boikot partai Komunis China. Otoritas Hong Kong tangkap 250 orang yang ikut dalam demonstrasi pro-demokrasi. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Polisi antihuru-hara Hong Kong bentrok dengan demonstran yang menyerukan reformasi pemilihan dan boikot partai Komunis China. Otoritas Hong Kong tangkap 250 orang yang ikut dalam demonstrasi pro-demokrasi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG — Otoritas Hong Kong menangkap 250 orang yang berpartisipasi dalam demonstrasi pro-demokrasi pada Ahad (10/5). Mereka yang ditangkap berusia antara 12 hingga 65 tahun.

Menurut kepolisian Hong Kong, mereka ditangkap karena melanggar hukum termasuk menyerang aparat dan gagal memberikan bukti identitas. Salah satu demonstran yang ditangkap disebut memiliki bahan yang diyakini dimaksudkan untuk membuat bom bensin.

Baca Juga

Demonstrasi yang berujung ricuh pada Ahad lalu disorot Asosiasi Jurnalis Hong Kong (HKJA). Hal itu karena di tengah-tengah kerusuhan, aparat keamanan turut menyemprotkan cairan merica kepada awak media yang berupaya meliput.

“Beberapa wartawan yang disemprot dengan semprotan merica tidak diizinkan memperoleh perawatan segera dan mereka diminta berhenti mengambil gambar,” kata Ketua HKJA Chris Yeung pada Senin (11/5).

Kepolisian Hong Kong belum memberikan komentar atau pernyataan mengenai hal tersebut. Aksi demonstrasi di Hong Kong mulai bergulir kembali seiring dengan meredanya penyebaran Covid-19.

Pada Januari lalu sebelum Hong Kong menerapkan lockdown, aksi demonstrasi di sana masih terus berlangsung. Massa menyerukan reformasi pemilu dan pemboikotan Partai Komunis China (PKC). Pada 19 Januari, dengan menggunakan pakaian hitam dan masker wajah, para pengunjuk rasa berkumpul di Chater Garden. Lokasinya tak jauh dari gedung Dewan Legislatif wilayah China.

Mereka mengusung papan dan poster bertuliskan "Bebaskan Hong Kong". Ada pula yang mengibar-ngibarkan bendera Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Sebuah truk meriam air dan jip-jip lapis baja disiagakan. Unjuk rasa semula berjalan damai. Namun kericuhan tak dapat dihindari saat massa mulai memblokade jalan dan menghancurkan lampu lalu lintas. Personel kepolisian pun mengejar dan menangkap beberapa demonstran.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni 2019. Pemicu utama pecahnya demonstrasi adalah rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana. Sebab jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke China daratan.

Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun hal itu tak serta merta menghentikan aksi demonstrasi. Massa menuntut pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam mundur dari jabatannya. Dia dianggap terlalu lekat dengan Beijing. Massa pun mendesak agar aksi kekerasan oleh aparat keamanan diusut tuntas.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement