REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE - Australia menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong, Kamis (9/7). Hal ini dilakukan dalam menanggapi kekhawatiran atas Undang-Undang (UU) keamanan nasional baru yang diberlakukan oleh China.
Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison mengatakan UU baru itu merusak hukum dasar Hong Kong sendiri dan tingkat otonomi wilayah saat ini dari Beijing. Selain itu, Asutralia juga menawarkan untuk memperpanjang visa bagi penduduk Hong Kong yang saat ini di negara itu hingga lima tahun.
"Ini akan memungkinkan jalur menuju izin tinggal permanen bagi sekitar 10 ribu penduduk Hong Kong yang saat ini bekerja dan belajar di Australia," kata Morrison dikutip laman BBC, Kamis.
Pekan lalu, China mengesahkan hukum yang menurut para kritikus dapat menyebabkan warga negara asing ditahan secara sewenang-wenang di Hong Kong. Menurut Morrison, Australia telah secara resmi memberi tahu Hong Kong dan menasehati pihak berwenang China tentang perubahan perjanjian itu.
Australia juga mengimbau kepada 100 ribu warganya di Hong Kong untuk mendesak mereka mempertimbangkan kembali masa tinggal di sana. "Anda mungkin menghadapi peningkatan risiko penahanan dengan alasan keamanan nasional yang tidak jelas. Anda dapat melanggar hukum tanpa bermaksud melakukannya. Jika Anda khawatir tentang UU yang baru, pertimbangkan kembali kebutuhan Anda untuk tetap berada di Hong Kong," kata Departemen Luar Negeri Urusan dan Perdagangan.
Morrison mengatakan pemerintahnya bersama dengan yang lain telah sangat konsisten dalam mengungkapkan keprihatinan tentang pengenaan UU keamanan nasional di Hong Kong. Selain Australia, Kanada dan Inggris juga baru-baru ini menangguhkan perjanjian ekstradisi.
Inggris telah menawarkan tawaran pemukiman kembali kepada tiga juta penduduk Hong Kong setelah adanya undang-undang tersebut. China mengkritik tawaran ini, menuduhnya campur tangan kotor dalam urusan domestiknya.