Kamis 05 Sep 2019 17:42 WIB

Pengamat Militer: Tidak Fair Salahkan TNI dan Polri

Pengamat menyesalkan tuduhan TNI dan Polri melakukan pelanggaran HAM di Papua

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengamat militer dan intelijen Connie Rahakundini Bakrie.
Pengamat militer dan intelijen Connie Rahakundini Bakrie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diminta untuk tidak melulu menyalahkan TNI dan Polri terkait masalah kerusuhan di Papua, belum lama ini. Pengamat militer dan intelijen Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, masalah yang terjadi di Papua itu imbas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang belum beres. Sehingga, sangat tidak tepat kalau persoalan itu malah hanya dibebankan kepada TNI dan Polri untuk mengatasinya. 

"Kita tak bisa lagi melakukan pendekatan lama untuk menyelesaikan masalah lama, maka harus ada pendekatan baru mengatasi masalah Papua. Sehingga tidak fair kita salahkan TNI dan Polri saja," kata Connie saat diskusi 'Seminar Politik Papua' di Balai Sarwono, Jakarta Selatan, Kamis (5/9).

Baca Juga

Kerusuhan yang terjadi di Bumi Cenderawasih memang bermula dari kasus makian dan rasisme yang terjadi Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Namun, menurut Connie, keluhan yang disampaikan masyarakat Papua itu terkait dengan mereka yang masih miskin. 

Dia pun mengutip pernyataan Mahfud MD yang menyebut, pemerintah pusat sudah mengucurkan dana Otonomi Khusus (Otsus) sampai Rp 92 triliun untuk masyarakat Papua. Kalau dirata-rata, menurut Connie, warga Papua harusnya menerima dana Otsus Rp 17,5 juta per kepala. Bandingkan dengan Jawa, di mana pemerintah pusat hanya memberikan bantuan tidak sampai Rp 1,5 juta per kepala.

Dia pun mendukung agar dilakukan audit dan pemeriksaan terhadap kepala daerah di Papua agar penyaluran dana Otsus itu diketahui apakah benar sampai ke masyarakat atau tidak. "Dana otsus tak pernah sampai ke masyarakat, ini bahaya. Dan itu bukan tugas TNI-Polri," ujar Connie.

Dia juga menyesalkan pihak-pihak tertentu yang selalu menuduh TNI dan Polri telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Dia menekankan, kalau Papua tidak suka dengan pendekatan keamanan maka harus ada kementerian dan lembaga negara yang bertugas dan hadir untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan masyarakat Papua. 

"TNI-Polri bukan tukang sulap menyelesaikan masalah, harusnya kementerian atau lembaga terkait yang bertugas, tapi TNI dan Polri saja yang didsalahkan," ucap Connie.

Sayangnya, terlihat masalah mendasar di Papua tidak kunjung terselesaikan sehingga membuat pengamanan harus ditingkatkan dengan menambah personel TNI dan Polri. Connie sangat menyayangkan ada pihak tertentu terus memojokkan aparat, namun diam ketika melihat Organisasi Papua Merdeka (OPM) bertindak sesukanya yang malah terbukti melanggar HAM.

"Selalu TNI dan Polri jadi tukang sapu, harus kena (tuduhan pelanggaran) HAM juga. OPM yang bunuh TNI dan Polri itu yang harusnya kena HAM biar fair," katanya.

Connie menambahkan, Papua merupakan bagian integral dari NKRI. Sehingga, ia meminta tidak ada pihak tertentu untuk mencoba melepaskan Papua dari Indonesia. Dia juga menyindir ada orang-orang yang terlalu percaya diri memprediksi Papua harus berpidah dari Indonesia.

"Referendum sudah selesai, begitu suatu daerah merdeka dari penjajah dan menjadi negara maka kita anggap sudah selesai," kata Connie. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement