REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima pengaduan dari 10 provinsi dan tiga kabupaten/kota di Indonesia terkait kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi yang diterapkan pemerintah. Jenis pengaduannya beragam.
"Dari 95 pengaduan, 23 di antaranya pengaduan kecurangan," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyanti dalam paparannya di acara Rapat Kerja Nasional Membahas Permasalahan PPDB Sistem Zonasi di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan berdasarkan wilayah tempat pengaduan itu dilaporkan, KPAI menerima pengaduan paling banyak dari Jawa Timur, disusul Jawa Barat, Banten, DIY, DKI Jakarta, Denpasar, NTT, Kalimantan Barat dan Riau. Dari pengaduan yang dilaporkan melalui telepon genggam, KPAI hanya menerima satu pengaduaan dari SD, tetapi ada 23 pengaduan di tingkat SMP, satu di SMK dan 46 di tingkat SMA.
Sementara itu, pengaduan yang diterima melalui email, KPAI hanya menerima satu pengaduan di tingkat SD, tiga di tingkat SMP dan 18 di tingkat SMA, selain satu pengaduan yang disampaikan secara langsung di tingkat SMP. Dari banyak pengaduan-pengaduan tersebut, KPAI mencatat ada tujuh kabupaten di Tangerang Selatan yang dilaporkan terkait adanya dugaan kecurangan.
"Kecurangan yang kami temukan di Tangsel itu cukup banyak dibanding wilayah lain," kata dia.
"Di sini, ada orang tua, dia ditawari. Ada penawaran untuk Rp 20 juta. Nah ini juga perlu dibuktikan," kata dia lebih lanjut.
Meski banyak pengaduan yang masuk ke KPAI, Retno mengatakan dari total 95 pengaduan tersebut, hanya 10 persen yang menolak sistem zonasi. Mayoritas pengadu justru mendukung sistem zonasi, namun menentang penerapan 95 persen zonasi murni yang kemudian diganti atau direvisi atas perintah Presiden Joko Widodo.
Retno menyebutkan 95 pengaduan tersebut KPAI kategorikan ke dalam enam jenis pengaduan, di antaranya adalah pengaduan terkait dugaan kecurangan sebanyak 23, sekolah negeri yang minim dan tidak merata sebanyak 17 aduan, dan 14 pengaduan siswa yang tidak diterima meski jarak rumahnya dekat dari sekolah tersebut.
Selanjutnya, ada juga pengaduan siswa tidak diterima karena jarak rumah jauh dari sekolah meski siswa tersebut berprestasi serta masalah domisili dan kartu keluarga. Masalah lain yang diadukan terkait sistem zonasi itu masih terkait dengan sosialisasi, penolakan kebijakan, zona beririsan, dan ada juga yang melaporkan pengaduan karena masalah teknis.