Kamis 05 Sep 2019 23:22 WIB

Benarkah Suara Perempuan Aurat? Begini Penjelasan Ulama

Meski suara perempuan bukan aurat, tetapi tetap harus berhati-hati.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
 Muslimah azan (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Muslimah azan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Perempuan mempunyai berbagai sudut aspek kehormatan yang patut dijaga, tak hanya kewajiban menjaga aurat. Tetapi juga suara. Mengapa demikian?  

Dalam kitab al-Fiqhu ‘ala Madzhab al-Arba‘ah yang ditulis Abdurrahman al-Jaziri, disebut ulama berbeda pendapat perihal suara perempuan. 

Baca Juga

Sebagian ulama mengatakan suara perempuan bukan aurat karena para istri Rasulullah SAW meriwayatkan hadis kepada para sahabat atau tabiin laki-laki. Sebagian ulama mengatakan bahwa suara perempuan termasuk aurat.

Meski begitu, perempuan ketika berbicara dilarang  meninggikan suaranya sekira terdengar oleh laki-laki yang bukan mahram.

Pasalnya, suaranya lebih mendekati fitnah daripada suara gemerincing gelang kakinya. Dalam surat an-Nur ayat 31 Allah berfirman, "Janganlah mereka berjalan dengan mengentakkan kaki agar perhiasan mereka yang tersembunyi dapat diketahui”.  

Allah melarang laki-laki untuk mendengarkan suara gemerincing gelang kaki perempuan karena itu menunjukkan perhiasan mereka. Keharaman suara perempuan tentu lebih daripada keharaman (mendengarkan) suara gemerincing perhiasannya.  

Karena alasan tersebut, ahli fikih memakruhkan azan perempuan karena azan membutuhkan suara yang keras. Sementara perempuan dilarang mengeraskan suaranya. Atas dasar ini, perempuan diharamkan bernyanyi dengan suara keras bila terdengar oleh laki-laki bukan mahram, sama saja nyanyi diiringi alat musik atau tidak diiringi.  

"Keharaman itu bertambah bila nyanyian perempuan itu mengandung unsur yang dapat mengobarkan syahwat seperti menyebut cinta, rindu dendam, deskrispsi perempuan, mengajak pada maksiat, dan lain sebagainya,” tulis Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab tersebut.

Sementara itu, Syekh Wahbah az-Zuhayli dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh menulis bahwa suara perempuan menurut mayoritas ulama bukan aurat karena para sahabat mendengarkan para istri Rasulullah SAW untuk memahami hukum agama. 

Tetapi (laki-laki) diharamkan mendengarkan suara perempuan dengan merdu dan lagu meskipun hanya membaca Alquran karena khawatir fitnah. Ulama Hanafiyah mengungkapkan, suara perempuan bukan aurat.

Mayoritas ulama memandang suara perempuan tidak termasuk sebagai aurat. Namun jika suara yang dikeluarkan dapat menimbulkan hal-hal buruk atau mudharat, dibuat mendayu-dayu, maka suara perempuan menjadi haram untuk didengar banyak orang. 

Keharaman mendengarkan suara perempuan dalam bentuk apapun baik itu tadarus, tilawah, nyanyian, atau sendandung, terletak pada kemunculan fitnah.  

Dalam QS al-Ahzab ayat 32, Allah SWT berfirman, "Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya."

Ayat ini diturunkan untuk memperingatkan umat Muslim, khususnya perempuan agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara. 

Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Maka dari itu, lebih baik muslimah berbicaralah seperlunya saja dengan laki-laki yang bukan mahram.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement