REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad, menyebutkan KPK tidak membutuhkan dewan pengawas. Keberadaan dewan pengawas sebagaimana tertuang dalam salah satu poin rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diusulkan oleh DPR RI.
"Dewan Pengawas untuk mengawasi, baik pegawai maupun pimpinan KPK. Kalau itu tujuannya, tidak terlalu dibutuhkan," ujarnya dalam diskusi 'KPK di Ujung Tanduk' yang berlangsung di Graha Pena, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/9).
Menurutnya, tanpa keberadaan Dewan Pengawas, sistem pengawasan di KPK sudah berjalan maksimal. Bahkan, pada lembaga independen itu ada istilah yang dikenal zero tolerance atau tidak ada toleransi sedikitpun terhadap pelanggaran.
Samad juga mengungkit perkara dugaan pelanggaran etik yang sempat menimpa dirinya ketika semasa menjabat sebagai Ketua KPK, sehingga membuat dirinya diperiksa oleh Direktorat Pengawasan Internal KPK. "Waktu itu direktorat menyatakan perlu ada pemeriksaan terhadap Ketua Abraham Samad. Maka, pada saat itu saya diperiksa. Coba mana ada lembaga pemerintah, Irjen memeriksa menterinya," beber Samad.
Ia menegaskan aksi penolakan revisi UU KPK ini bukan dalam rangka menyelamatkan institusi KPK, melainkan untuk menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. "Mengubah sebuah produk Undang-Undang sesuatu hal yang benar, tidak diharamkan, yang tidak bolah mengubah Al Quran. Kita bukan menolak perubahan, tapi substansi perubahan yang ada di rancangan perubahan," tuturnya.