REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa ketentuan halal tak halangi perdagangan global. Aktivitas ekspor-impor yang mensyaratkan halal dalam produknya dapat diterima World Trade Organisation (WTO).
Kasubdit Eropa dari Direktorat Perundingan Bilateral Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Dina Kurniasari mengatakan, ketentuan halal tak menjadi hambatan perdagangan dunia. Malah, kata dia, aspek halal justru mulai dilirik oleh pasar kalangan non-Muslim.
“Ketentuan halal diterima-terima saja di perdagangan global, WTO juga menerima,” kata Dina kepada Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (17/9).
Menurut dia, aktivitas impor-ekspor yang mensyaratkan halal dari suatu negara merupakan hal yang wajar. Di beberapa negara semisal Eropa, menurutnya aspek halal sudah mulai banyak dipahami cukup jauh. Bahkan dia meyakinkan, peluang pasar halal di kawasan tersebut cukup terbuka.
Sebagaimana diketahui, akibat kekalahan dalam panel sengketa di WTO atas Brasil, pemerintah mengeluarkan peraturan guna menyesuaikan ketentuan WTO terkait impor ayam. Aturan yang dikeluarkan pemerintah yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor-Impor Hewan dan Produk Hewan yang belakangan menuai polemik sebab menghapuskan kewajiban label halal.
Dalam hal ini pemerintah menegaskan bakal merevisi aturan tersebut dan mengeluarkan Permendag yang baru. Dipastikan dalam beleid terbaru itu muatan halal akan diikutsertakan dan ditegaskan secara komprehensif. Terkait hal ini, Dina mengatakan dunia global sepanjang sepengetahuannya tak merisaukan ketentuan halal dari suatu negara.
Terkait dengan ekspor produk halal Indonesia di Eropa, dia mengakui hingga saat ini Indonesia belum mampu menyuplai lebih jauh produk ekspornya ke kawasan Eropa meski peluang pasarnya terbuka. Pengimpor produk halal tertinggi di Eropa saat ini masih didominasi oleh produk-produk halal asal Malaysia dan Thailand.
“Bicara soal halal ini kan kita perlu lihat kesiapan di dalam negerinya seperti apa, produknya, dan lainnya. Apakah industrinya sudah siap atau belum, dan aspek lainnya pasti panjang sekali,” kata dia.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menyatakan, dengan diwajibkannya sertifikasi halal bagi produk industri makanan dan minuman (mamin) pada 17 Oktober mendatang, daya saing produk halal Indonesia di kancah global dinilai prospektif/
“Saya rasanya begitu ya, bahwa dengan sertifikasi ini bisa bantu ekspor terpacu karena (pasar) global juga butuh,” katanya.
Hanya saja menurut dia, untuk persamaan persepsi halal antara sertifikat lokal dengan sertifikat halal global, hal itu harus dijajaki lebih jauh dengan perjanjian kerja sama yang dilangsungkan antara pemerintah dengan pemerintah (government to government).
Dia menambahkan, saat ini Indonesia menjadi negara importir produk mamin terbesar di dunia. Sehingga apabila sertifikasi halalnya di dalam negeri dapat dimaksimalkan, maka ekspor produk halal mamin pun dapat terpacu dengan sendirinya asalkan perjanjian kerja sama yang dilangsungkan pemerintah dapat memasukkan porsi produk halal tersebut.
Berdasarkan catatan State of Islamic Economy Report 2018-2019, total ekspor produk makanan halal Indonesia dalam perdagangan global mencapai 124,754,129 dolar AS, sedangkan nilai impornya mencapai 191,530,990 dolar AS.
“Kita optimistis (ekspor terpacu), ini peluang yang besar, market di depan mata kita ini harus dimanfaatkan,” ungkapnya.
Hanya saja saat ini pihaknya masih memfokuskan sertifikasi dan peningkatan daya saing produk halal untuk pemenuhan konsumsi di dalam negeri. Sebab, kata dia, kebutuhan produk halal dalam negeri saat ini masih terlalu besar untuk dipenuhi.