REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus suap terkait penyaluran bantuan kepada KONI tahun anggaran 2018.
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menilai penetapan Imam Nahrawi ini sebagai bukti Presiden tak mengintervensi kerja yang dilakukan oleh KPK dalam memberantas kasus-kasus korupsi.
"Ini sebagai bukti bahwa pemerintah atau Bapak Presiden tidak mengintervensi kerja-kerja yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Ngabalin saat dikonfirmasi, Rabu (18/9).
Ia menegaskan, tak ada satu pihak pun yang dapat mengintervensi tugas KPK dalam memberantas kasus korupsi. Sehingga publik memberikan kepercayaan penuh kepada lembaga antirasuah itu.
Dengan ditetapkannya Imam Nahrawi sebagai tersangka, lanjut Ngabalin, maka secara otomatis ia tak lagi menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.
"Iya secara otomatis, diminta tidak diminta secara otomatis itu," ujarnya.
Terkait pengganti Imam Nahrawi nantinya, Ngabalin menyebut hal itu sebagai hak prerogatif dan kewenangan Presiden.
"Kalau itu tentu menjadi hak prerogatif presiden seperti apa nanti tentu Bapak Presiden yang memiliki kewenangan terkait dengan penetapan tersangka Pak Imam Nahrawi," jelas Ngabalin.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum. KPK sendiri telah menahan Ulum pada pekan lalu.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, penetapan tersangka Imam adalah pengembangan perkara yang telah menjerat Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto.