Kamis 19 Sep 2019 17:45 WIB

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Indramayu Masih Tinggi

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indramayu bermacam-macam.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
  Warga memberikan tanda tangannya pada kain putih saat aksi damai tolak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jakarta, Ahad (24/8). (Republika/Agung Supriyanto)
Warga memberikan tanda tangannya pada kain putih saat aksi damai tolak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jakarta, Ahad (24/8). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU  -- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Indramayu pada tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. 

Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Indramayu, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Indramayu yang terjadi sepanjang Januari-September 2019 yang ditangani instansi tersebut tercatat ada 31 kasus. Sedangkan sepanjang 2018, jumlah kasus itu ada 30 kasus.

Baca Juga

‘’Kasusnya bermacam-macam,’’ ujar Kepala DP3A, Lily Ulyati, didampingi Pelaksana Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Usyatno, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/9).

Usyatno menyebutkan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu di antaranya terdiri dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perdagangan manusia, persetubuhan/perbuatan cabul/pelecehan seksual, penelantaran, depresi dan anak bermasalah hukum.

Usyatno menerangkan, dari 31 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu, yang terbanyak adalah kasus perdagangan manusia, yakni mencapai 11 kasus. Dari 11 kasus itu, sebanyak sepuluh kasus menimpa anak-anak dan satu kasus menimpa korban berusia di atas 18 tahun.

Selain perdagangan manusia, kasus terbanyak lainnya adalah persetubuhan/perbuatan cabul/pelecehan seksual, yang mencapai delapan kasus. Di antara kasus tersebut, pelakunya di antaranya adalah orang terdekat korban, bahkan masih terikat ikatan keluarga.

Sementara itu, Lily mengatakan, peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun ini dilatari dengan semakin banyaknya warga yang berani melaporkannya. Hal itu seiring keberadaan P2TP2A Kabupaten Indramayu yang mulai beroperasi sejak Januari 2019.

‘’Tapi ada juga korban yang masih tidak mau melaporkan kasus yang menimpa dirinya,’’ kata Lily.

Lily menambahkan, pihaknya selama ini terus gencar melakukan sosialisasi mengenai pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk mengenai keberadaan P2TP2A. Warga diminta tak perlu takut untuk melaporkan kasus kekerasan yang menimpa mereka.

Namun, Lily mengakui, upaya sosialisasi itu tak bisa dilakukan secara maksimal. Minimnya anggaran membuat sosialisasi baru bisa dilakukan secara terbatas.

Selain upaya sosialisasi, Lily menambahkan, upaya untuk mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga dilakukan melalui pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa-desa. Melalui PATBM, sosialisasi mengenai perlindungan terhadap perempuan dan anak bisa dilakukan di tingkat desa.

‘’PATBM juga berfungsi melakukan pendampingan jika ada warga di desa yang mengalami kasus tersebut,’’ tutur Lily.

Lily pun telah membuat surat edaran mengenai pembentukan PATBM ke seluruh desa di Kabupaten Indramayu. Namun sayang, dari 317 desa di Kabupaten Indramayu, baru 50 desa yang sudah membentuk PATBM.

‘’Itupun yang mandiri baru ada tiga desa, yakni Desa Benda Kecamatan Karangampel, Desa Telukagung Kecamatan Indramayu dan Desa Anjatan Baru Kecamatan Anjatan,’’ kata Lily.

Desa yang melaksanakan PATBM mandiri itu menunjukkan bahwa desa tersebut membiayai sendiri kegiatannya dengan menggunakan dana desa. Sedangkan desa lainnya, baru sebatas pembentukan PATBM.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement