REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh DPR. Presiden juga meminta Menteri Hukum dan HAM untuk terus menjaring masukan dari kalangan masyarakat dan ahli terkait sejumlah pasal yang menimbulkan polemik.
Jokowi mengaku, sedikitnya ada 14 pasal yang menjadi pertimbangannya menunda pengesahan RKUHP ini. Meski tidak menyebutkan secara spesisifik pasal apa saja yang mengganjal pembahasan RKUHP, Jokowi menegaskan bahwa ia akan berkoordinasi dengan DPR terkait substansi dari keempat belas pasal tersebut.
"Ada kurang lebih 14 pasal, jadi ini yang akan kami koordinasikan baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada," kata Jokowi.
Sebelumnya, Direktur Imparsial, Al Araf, meminta pemerintah menunda pengesahan rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP). Pihaknya menilai RKUHP masih berisi pasal-pasal yang bermasalah dan mengganggu kebebasan masyarakat sipil.
Pasal yang dimaksud antara lain pasal penghinaan terhadap Presiden (Pasal 218-220), pasal terkait dengan kejahatan HAM (Pasal 599-600) dan lainya. Merujuk hal ini, dia meminta pembahasan RKUHP sebaiknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Rabu (18/9) siang menyepakati RKUHP dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Rapat Paripurna pengesahan RKUHP itu dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa (24/9).