REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menegaskan, Presiden Jokowi tak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai pengganti hasil revisi UU KPK.
Desakan penerbitan Perppu ini disuarakan oleh berbagai kalangan dan juga masyarakat menyusul pengesahan revisi UU KPK oleh DPR. "Barusan disahkan, perppu alasan apa?," kata Yasonna di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (25/9).
Menurutnya, masyarakat yang menolak UU KPK dapat menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta agar masyarakat menghargai mekanisme konstitusional yang ada di negara hukum ini. "Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menegaskan tak akan mengoreksi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang telah disahkan. Ia juga menolak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). "Enggak ada," ujar Jokowi, Senin (23/9) kemarin.
Desakan untuk menerbitkan Perppu sebagai koreksi atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ini disuarakan oleh berbagai kalangan.
Sementara itu, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah mada (UGM) Yogyakarta, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan juga koalisi masyarakat tolak revisi UU KPK menyatakan akan mengajukan uji materi atas hasil revisi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi.