Senin 30 Sep 2019 10:19 WIB

Hakim Kasus BLBI Diputus Langgar Etik

Syamsul Rakan Chaniago dikenakan sanksi sedang berupa hakim nonpalu selama enam bulan

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menaiki mobil sebelum meninggalkan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menaiki mobil sebelum meninggalkan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) memutuskan hakim ad hoc tindak pidana korupsi Syamsul Rakan Chaniago terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim. Syamsul merupakan salah satu majelis hakim kasasi yang menangani kasus dugaan korupsi perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dengan terdakwa mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temengung (SAT).

“Sudah diputuskan oleh tim pemeriksa MA dengan putusan bahwa saudara Syamsul Rakan Chaniago dipersalahkan,” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Ahad (29/9).

Pada 9 Juli 2019 majelis kasasi yang terdiri atas hakim Salman Luthan selaku ketua dengan anggota hakim Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Asikin memutuskan SAT tidak melakukan tindak pidana. Putusan ini membuat SAT keluar dari tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Hakim Syamsul Rakan Chaniago masih tercantum atas namanya di kantor lawfirm walau yang bersangkutan sudah menjabat sebagai hakim ad hoc tipikor pada MA,” ujar Andi.

Selain itu, Syamsul juga disebut mengadakan kontak hubungan dan pertemuan dengan pengacara SAT, Ahmad Yani. Syamsul, kata Andi, bertemu dengan Ahmad Yani di Plaza Indonesia pada 28 Juni 2019 pukul 17.38 WIB sampai dengan pukul 18.30 WIB. “Padahal, saat itu yang bersangkutan duduk sebagai hakim anggota pada majelis hakim terdakwa SAT,” ujar Andi.

Atas alasan tersebut Syamsul Rakan Chaniago dikenakan sanksi etik. Hukuman nonpalu itu efektif sejak Syamsul menerima pemberitahuan dari MA. “Sebagai terlapor, yang bersangkutan dikenakan sanksi sedang berupa hakim nonpalu selama enam bulan,” ujar Andi.

Sebelumnya, putusan majelis Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 September 2018 menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp 700 juta subsider tiga bulan kurungan kepada SAT. Hukuman untuk SAT diperberat menjadi pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar di tingkat banding pada 2 Januari 2019.

Namun, SAT mengajukan kasasi dan MA membatalkan putusan di tingkat banding tersebut. Majelis kasasi menilai, SAT melakukan perbuatan yang didakwakan, tapi bukan dikategorikan sebagai perbuatan pidana pada 9 Juli 2019.

Di hari yang sama, SAT pun bebas. “Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya,” demikian petikan putusan kasasi.

photo
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung meninggalkan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).

Advokat Ahmad Yani membantah membicarakan perkara dugaan korupsi penghapusan piutang BLBI terhadap BDNI dengan Syamsul Rakan Chaniago. “Setelah saya ingat-ingat, saya tidak ada pertemuan dengan hakim Syamsul, tapi pada tanggal itu di Plaza Indonesia saya kebetulan bertemu dengan Pak Syamsul menjelang Maghrib, itu juga tidak berdua saja tapi bersama-sama dengan rombongan lain,” kata Yani.

Yani mengaku, menjadi kuasa hukum SAT di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tapi tidak di tingkat kasasi. Dia mengaku sibuk dengan urusan sidang sengketa pemilu dan caleg saat itu. Dia mengklaim, sepanjang sidang sengketa pemilu itu, ia dan timnya memang kerap mendatangi Plaza Indonesia.

“Saat itu, saya sibuk pilpres sekaligus menjadi caleg. Karena sering sidang di MK dan banyak urusan ke Bawaslu jadi saya dan tim sering ke Plaza Indonesia. Saat itu, saya bertemu dengan Pak Syamsul, tapi bukan pertemuan yang disengaja hanya kebetulan ketemu saat akan shalat Maghrib,” ujar Yani.

Pertemuan itu, menurut Yani, tidak bicara sama sekali mengenai perkara SAT. “Tidak ada ngomong soal SAT, kan tidak mungkin saya nongol di KPK saat Pak SAT lepas kalau saya ada bicara dengan orang tertentu sebelumnya,” kata dia.

Yani juga mengaku tidak pernah dimintai klarifikasi oleh badan pengawas MA soal pertemuan tersebut. “Kalau ada permintaan (klarifikasi) kan saya bisa klarifikasi sebelumnya kalau tidak ada janjian bertemu,” kata Yani.

KPK menyatakan, segera menyusun strategi baru dalam perkara dugaan korupsi penghapusan piutang BLBI terhadap BDNI pascaputusan etik terhadap hakim agung ad hoc Syamsul Rakan Chaniago. KPK berjanji akan serius mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang merugikan triliunan uang negara tersebut.

“KPK segera membicarakan perkembangan terbaru kasus BLBI ini. Kami pastikan KPK serius dan berkomitmen mengusut kasus dengan kerugian negara Rp 4,58 triliun ini, khususnya penyidikan yang berjalan saat ini dan juga tindak lanjut pascaputusan kasasi 9 Juli 2019 lalu,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Febri mengakui, KPK cukup terkejut dengan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim Syamsul tersebut. Menurut dia, informasi ini sebagai lembaran baru kasus BLBI atau setidaknya memperjelas beberapa kontroversi dan keraguan sebelumnya.

“Memang cukup mengejutkan juga ketika terbukti hakim agung bertemu dan berhubungan dengan pengacara terdakwa, apalagi untuk kasus sebesar ini. Semoga, sanksi tersebut semakin memperjelas persoalan sebelum putusan lepas tersebut diambil di MA,” ujar Febri.

Namun, hingga hari ini, Febri mengaku, KPK juga belum menerima salinan putusan kasasi SAT sejak diputuskan pada 9 Juli 2019. “Sebelumnya, kami sudah mengirimkan surat ke MA untuk meminta putusan kasasi kasus BLBI tersebut, padahal putusan itu penting untuk menentukan langkah KPK berikutnya,” kata Febri. n antara ed: mas alamil huda

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement