Selasa 01 Oct 2019 07:39 WIB

Saudi Pilih Opsi Damai Hadapi Iran

Saudi desak Iran setop dukungan terhadap kelompok pemberontak Houthi di Yaman.

Pekerja memperbaiki lubang di fasilitas pengolahan minyak Aramco di Abqaiq dekat Dammam di timur Arab Saudi, Jumat (20/9). Saudi memfasilitasi jurnalis mengunjungi fasilitas tersebut.
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Pekerja memperbaiki lubang di fasilitas pengolahan minyak Aramco di Abqaiq dekat Dammam di timur Arab Saudi, Jumat (20/9). Saudi memfasilitasi jurnalis mengunjungi fasilitas tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) enggan menempuh opsi militer untuk menghadapi Iran. Dia lebih memilih solusi politik yang damai.

Pernyataannya berkaitan dengan dugaan Iran sebagai dalang serangan terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco pada 14 September lalu. “Solusi politik dan damai jauh lebih baik daripada solusi militer,” kata Pangeran MBS saat diwawancarai dalam program CBS, “60 Minutes”, yang ditayangkan pada Ahad (29/9).

Baca Juga

MBS mengatakan, perang antara Saudi dan Iran dapat menghancurkan perekonomian global, terutama terkait harga minyak dunia. Ia menjelaskan, pasokan minyak akan terganggu dan harga minyak bakal melonjak ke angka yang sangat tinggi. "Bahkan harga minyak bisa melonjak ke level yang belum pernah kita lihat dalam hidup kita,” ucap dia seperti dikutip laman Aljazirah.

Pangeran MBS menjelaskan, kawasan Timur Tengah mewakili sekitar 30 persen dari pasokan energi dunia, 20 persen dari bagian perdagangan global, dan 4 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia. “Bayangkan ketiga hal ini terganggu, ini berarti kehancuran total ekonomi global, bukan hanya Arab Saudi atau negara-negara Timur Tengah,” ujarnya.

Dia berpendapat, Iran telah melakukan kebodohan dengan melancarkan serangan ke fasilitas Aramco. Pangeran MBS menilai tak ada tujuan strategis di balik serangan tersebut. Kendati demikian, guna mencegah eskalasi, ia menyerukan dunia untuk menindak tegas Teheran.

Dalam wawancara tersebut, Pangeran MBS mendesak Iran menyetop dukungan terhadap kelompok pemberontak Houthi di Yaman. Houthi diketahui mengklaim sebagai aktor yang melancarkan serangan ke fasilitas Aramco pada 14 September lalu.

Pangeran MBS mengaku menyambut pengumuman gencatan senjata oleh Houthi beberapa hari lalu. Ia menilai hal itu merupakan langkah positif untuk menuju dialog politik. “Hari ini kami membuka inisiatif untuk semua solusi politik di Yaman. Kami berharap ini terjadi secepatnya."

Ketegangan di kawasan yang disebabkan serangan terhadap fasilitas Aramco telah mendorong beberapa pemimpin negara untuk memediasi Saudi dan Iran. Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi, misalnya, telah berkunjung ke Riyadh dan mengumumkan akan melanjutkan perjalanannya ke Teheran.

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan juga mengaku berusaha menengahi ketegangan antara Saudi dan Iran. Sebelumnya, dia telah mengadakan pembicaraan dengan para pejabat tinggi Saudi dan bertemu Rouhani di sela-sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangas-Bangsa (PBB).

Pada 14 September lalu, fasilitas minyak milik Aramco yang berada di Abqaiq dan Khura diserang menggunakan 18 pesawat nirawak dan tujuh rudal jelajah. Serangan itu dilaporkan menyebabkan produksi minyak dunia terpangkas 5 persen.

Kelompok Houthi mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut. Namun, negara-negara Barat meragukan klaimnya mengingat skala, kecanggihan, dan jangkauan serangan.

photo
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman

Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper menuduh Iran sebagai aktor yang bertanggung jawab atas serangan terhadap fasilitas minyak Aramco. "Sepekan terakhir, saya telah berbicara dengan setiap rekan saya dari Inggris, Prancis, dan Jerman tentang Iran. Kesimpulannya jelas, Iran bertanggung jawab atas serangan luar biasa kepada Arab Saudi," kata Esper.

Sebelumnya, Inggris, Prancis, dan Jerman kompak menyebut Iran sebagai dalang di balik aksi penyerangan fasilitas Aramco. Ketiga negara itu bahkan membuat pernyataan bersama. Pernyataan bersama itu berbunyi, "Jelas bagi kami bahwa Iran bertanggung jawab atas serangan ini. Tidak ada penjelasan masuk akal lainnya. Kami mendukung penyelidikan yang sedang berlangsung untuk menetapkan perincian lebih lanjut."

Presiden Iran Hassan Rouhani telah membantah tudingan yang dilayangkan kepada negaranya. “Mereka yang membuat tuduhan harus memberikan bukti yang diperlukan. Apa bukti kalian?” kata dia kepada awak media di Markas PBB di New York, AS, pekan lalu.

Iran mendapatkan dukungan dari Turki. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membela Iran dari tudingan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan terhadap Aramco. "Saya tidak berpikir itu akan menjadi hal yang benar untuk menyalahkan Iran," kata Erdogan dalam sebuah wawancara dengan “Fox News”, belum lama ini.

Dia mengatakan, pesawat nirawak yang dikerahkan untuk menyerang fasilitas Aramco datang dari beberapa bagian Yaman. "Jika kita hanya menempatkan seluruh beban pada Iran, itu tidak akan menjadi cara yang tepat untuk pergi. Karena bukti yang tersedia tidak selalu menunjukkan fakta itu," ujarnya. n kamran dikarma/reuters ed: satria kartika yudha

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement