Kamis 03 Oct 2019 13:08 WIB

Mitos Safar Bulan Sial dan Bagaimana Kita Bersikap?

Mitos Safar bulan sial berasal dari Arab Jahiliyah.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Berdoa Ilustrasi
Foto: Antara
Berdoa Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagaimana bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah, bulan Safar adalah waktu yang merupakan ciptaan dan kehendak Allah SWT. Safar adalah bulan kedua dalam penanggalan Islam setelah bulan Muharram. Namun, ketika berbicara tentang Safar, tidak sedikit masyarakat yang masih memiliki pemikiran bahwa terdapat kesialan pada Safar.

Dampaknya, mereka meyakini untuk tidak boleh menggelar acara penting seperti pernikahan pada masa Safar. Padahal, sejatinya anggapan keliru ini berangkat dari pemikiran dan kebiasaan orang Arab Jahiliyah dahulu kala.  

Baca Juga

Ahli tafsir Alquran dan hadis sekaligus dosen di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, KH ahiron Syamsuddin, mengatakan kata Safar itu berarti 'kosong'. Hal itu didasarkan pada kebiasaan bangsa Arab Jahiliyah di masa lampau yang kerap berperang atau berdagang pada Safar. Sehingga, kediaman atau rumah di wilayah-wilayah Arab menjadi kosong penduduk.  

Karena mereka berperang pada bulan itu, kata Kiai Sahiron, sebagian dari mereka mengalami luka atau terbunuh. Sehingga, mereka meyakini Safar sebagai bulan sial. 

Namun ketika Islam datang, Kiai Sahiron mengungkapkan bahwa Islam mengajarkan bahwa tidak ada bulan yang sial, termasuk pada Safar.

"Nasib baik dan buruk seseorang ditentukan Allah SWT kapanpun dan di manapun," kata Kiai Sahiron, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (3/9).

Kiai Sahiron menjelaskan, saat Islam datang, Rasulullah SAW melarang anggapan-anggapan yang tidak sesuai dengan syariat, termasuk menganggap sial bulan Safar. Menganggap sial bulan Safar dikatakan termasuk salah satu jenis tathayyur yang terlarang lantaran termasuk kebiasaan jahiliyyah.

Hal ini sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Musim dari sahabat Abu Hurairah ra, "Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar" (HR al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad II/327). 

Rasulullah SAW membantah kepercayaan atau mitos tentang bulan Safar. Sebuah hadis yang menegaskan larangan itu ialah seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang para burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar."

Pada hadis lainnya disebutkan, Rasulullah SAW juga bersabda, "Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa" (HR Bukhari).

Menurut Kiai Sahiron, hadis tersebut mengajarkan tentang ketauhidan, bahwa Sang Penentu taqdir hanyalah Allah dan bukan penyakit, bukan burung dan bukan pula bulan.

"Meskipun demikian, manusia wajib berusaha untuk mendapatkan nasib baik atau terhindar dari nasib buruk. Karena itu, Nabi mengatakan, 'Larilah dari penyakit kusta'," jelasnya.

Menanggapi berbagai mitos tentang Safar, Kiai Sahiron mengingatkan kaum Muslim sebaiknya bersikap biasa saja dan tetap meyakini bahwa segala kejadian di bulan Safar atau bulan yang lainnya merupakan taqdir Allah. 

Seperti halnya bulan-bulan lainnya dalam kalender Islam atau Qomariyah, umat Islam menurut dia, seyogianya melakukan amalan-amalan yang baik.

"Amalan atau doa pada bulan Safar yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan ketauhidan boleh saja dilakukan, karena itu termasuk usaha manusia untuk terhindar dari musibah," tambahnya.

Terlepas dari mitos tentang bulan Safar, di bulan ini ada sejumlah peristiwa penting terjadi di masa Rasulullah SAW. Di bulan Safar, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, yang merupakan istri pertamanya. 

Di bulan ini pula Rasulullah setelah kembalinya dari mengerjakan haji wada (haji terakhir) mengalami sakit keras. Hingga akhirnya Nabi SAW wafat pada 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriyah. Bulan Safar juga merupakan bulan di mana banyak peperangan penting terjadi dalam sejarah Islam. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement