REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pesatnya peradaban Islam di era keemasan tak lepas dari dukungan dan kerja keras para pekerja dan buruh. Secara khusus, Prof Ahmed Y al-Hassan dan Dr Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History mengkaji peran para buruh dan pekerja pada masa kejayaan peradaban Islam.
''Kajian tentang buruk dan pekerja dalam peradaban Islam memberikan hasil yang sangat menarik,'' tutur al-Hasan dan Hill.
Menurut al-Hassan, dalam budaya Islam terdapat rasa hormat yang sama terhadap semua jenis pekerjaan, usaha dan pertukangan. Pada masa itu, terampil membuat sebuh barang menjadi sebuah kebanggaan.
Seorang pekerja yang terampil sangat dihargai. ''Tak heran, jika seorang ayah selalu berambisi agar anaknya kelak memiliki kecakapan dalam salah satu bentuk keterampilan,'' imbuh al-Hassan. Dalam bahasa Arab, kata untuk pertukangan, profesi dan industri diturunkan dari akar kata sn' -- yang memiliki konotasi dasar 'membuat' atau 'manufaktur'.
Tukang disebut sani', sedangkan arti kata san'a adalah 'manufaktur', dan sina'asering digunakan untuk menunjuk sebuah profesi atau bidang usaha. Contohnya, sebuah sebuah dermaga kering tempat pembuatan kapal disebut rumah sina'a atau dar al-sina'a.
Peran para tukang, buruh dan pekerja dalam membangun kota-kota Islam sungguh sangat besar. Tak heran jika peradaban Islam ditandai dengan munculnya kota-kota besar. ''Baghdad, misalnya sempat menjadi kota terbesar di dunia, dengan jumlah populasi mencapai 1,5 juta jiwa,'' papar al-Hassan dan Hill.
Berkat kinerja para buruh dan pekerja yang sangat luar biasa, kota-kota Islam lain pun berlomba menjelma menjadi metropolitan. Saat itu, tak ada satu kota pun di Eropa selain Istanbul yang mampu menyaingi kota-kota di dunia Islam. Menurut al-Hassan, sebagian besar penduduk yang tinggal di kota-kota Islam adalah pembuat berbagai jenis kerajinan tangan dan perdagangan.
Yang menarik lagi, di kota-kota Islam di Timur sudah terdapat organisasi sosial seperti futuwwah. ''Anggotanya terutama anak-anak muda dari kelas pekerja,'' cetus al-Hassan. Sebuah futuwwah, biasanya memiliki pengaruh yang kuat di kalangan para pekerja. Organisasi semacam ini, kata al-Hassan, kadang-kadang menampakkan semaca oposisi terhadap perbedaan kelas.
Anggota futuwwah mempunyai prinsip yang ideal dan mengembangkan hubungan saling mempengaruhi dengan kelompok pengikut sufi. Pada masa itu, semua pekerja dengan profesi tertentu sudah dikelompokkan ke dalam serikat kerja masing-masing. Menurut al-Hassan, dapat dipastikan hubungan antara serikat pekerja , futuwwah serta kelompok sufi makin menguat setelah abad ke-11 M.