REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penertiban aset bermasalah di Papua Barat. Penertiban aset ini menyasar tanah, gedung, jalan hingga jembatan.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) terintegrasi terus mendorong penertiban aset bermasalah.
"Dalam rangkaian monitoring evaluasi (monev) berkala pekan ini (7-11 Oktober 2019) di wilayah Papua Barat, KPK menjalankan fungsi trigger mechanism yang membantu pemerintah daerah menertibkan aset personil, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumen (P3D) senilai total Rp4 triliun, " ujar Febri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/10).
Menurut dia, rekonsiliasi dan pengalihan aset P3D tersebut berupa tanah, gedung dan bangunan, jalan irigasi, jembatan, konstruksi dalam pekerjaan dan aset tetap lainnya antara pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah Provinsi Papua Barat senilai Rp 3,9 Triliun. Selain itu, juga di antara pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) sebagai dampak dari pemekaran daerah antara pemda induk dengan pemda pemekaran.
"Dari Pemkab Manokwari kepada empat pemda hasil pemekaran yakni Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Tambrauw, dan Pegunungan Arfak senilai Rp56,7 miliar dan dari Pemkab Sorong Selatan ke Pemkab Maybrat senilai Rp 8,5 miliar," lanjut Febri.
Kegiatan rekonsiliasi berlangsung dalam rapat koordinasi Gerakan Penertiban Aset dan Optimalisasi Pendapatan Daerah yang dihadiri Gubernur dan seluruh Bupati/Walikota, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Tinggi dan seluruh Kajari, Direktur Utama Bank Papua, Kepala OJK Papua, Kakanwil BPN serta seluruh kantah di Papua Barat, bertempat di Kantor Gubernur Papua Barat, Manokwari, Rabu 9 Oktober 2019.
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penandatanganan dokumen-dokumen kerja sama di bidang pertanahan, implementasi pencatatan pajak online, dan terkait bidang perdata serta tata usaha negara.
Menurut Febri, kegiatan ini semua berangkat dari temuan KPK dalam pengelolaan aset pada masing-masing pemerintah daerah yang masih bermasalah. "KPK bersama dengan Kejaksaan dan BPN akan terus membantu Pemprov Papua Barat dan seluruh jajaran pemda di lingkungan Provinsi Papua Barat," tuturnya.
Sebelumnya, dalam kegiatan monev terakhir pada Juli 2019, telah dilakukan penertiban aset berupa:
1. Sertifikasi 52 bidang tanah seluas 458.231 m2 senilai Rp 18,22 Miliar oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana
2. Penarikan aset berupa rumah dinas/jabatan oleh Pemprov Papua Barat dan Pemkab Kaimana masing-masing sebanyak 17 dan 21 unit dengan nilai masing-masing sebesar Rp 17,02 Miliar dan Rp 4,71 Miliar
3. Penarikan kendaraan Roda 2 sebanyak 14 unit dengan nilai sebesar Rp 192 Juta dan Roda 4 sebanyak 339 unit dengan nilai sebesar Rp 16,6 Miliar
Berikutnya direncanakan akan dilakukan penertiban sejumlah aset, diantaranya berupa:
1. Sertifikasi 613 bidang tanah dengan luas 16,3 Juta m2 senilai sebesar Rp 2,78 Miliar
2. Penertiban tanah/bangunan sebanyak 25 bidang tanah/bangunan dengan luas 54,561 senilai sebesar Rp 81,9 Miliar
3. Penertiban kendaraan sebanyak 1,033 unit dengan nilai sebesar Rp 5,3 Miliar
"Data ini masih terbatas dari beberapa pemda, yaitu Pemprov Papua Barat, Pemkab Raja Ampat dan Pemkab Kaimana. KPK mengharapkan kerja sama dari pemda lainnya untuk menyampaikan data dan berkomitmen melakukan perbaikan tata kelola pemerintahan di daerahnya masing-masing untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Manajemen pengelolaan aset daerah yang baik akan menghindari hilangnya sejumlah aset yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat," jelas Febri.
Dalam monev kali ini KPK juga mengumpulkan Sekda, Inspektur, Kepala BPKAD, dan beberapa Kepala OPD untuk menyampaikan nilai monitoring center for prevention (MCP) se-Papua Barat yang masih terhitung rendah. Per 4 Oktober 2019 nilai MCP nya belum mencapai 20 persen.
KPK terus berupaya melaksanakan tugas yang diamanatkan, baik di bidang Penindakan ataupun Pencegahan