Rabu 09 Oct 2019 16:03 WIB

Hakim Tolak Nota Keberatan Romahurmuziy

Dalam dakwaan, jaksa KPK menyebut Romi menerima suap bersama Menag Lukman Hakim.

Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang juga mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Terdakwa kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama yang juga mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu (9/10), menolak nota keberatan (eksepsi) mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy alias Romi. Romi sebelumnya didakwa menerima suap.

"Mengadili, satu, menyatakan keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa Muhammad Romahurmuziy tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Baca Juga

Dalam perkara ini Romi didakwa menerima suap bersama-sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi terkait dengan pengangkatan keduanya dalam jabatan masing-masing. Majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang dibacakan oleh Romi maupun tim penasihat hukumnya pada Senin (23/9).

Salah satu nota keberatan Romi yang ditolak mengenai operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap dirinya yang dianggap memangkas suara PPP pada Pemilihan Umum 2019. Majelis hakim menilai nota kesepahaman tersebut berada di luar konteks keberatan atau eksepsi yang diatur oleh undang-undang sehingga layak dikesampingkan.

"Semuanya itu menurut majelis hakim adalah diluar konteks keberatan atau eksepsi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 156 ayat 1 dan pasal 153 ayat 2 huruf a dan b, oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan," ujar Fahzal.

Penasihat hukum Romi, Maqdir Ismail mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding terkait putusan sela tersebut. Dalam surat dakwaan tersebut disebutkan bahwa suap sebesar Rp325 juta tersebut diberikan lantaran Romi telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Adapun, rincian penerimaan uang tersebut, yakni Romi menerima Rp255 juta dalam dua tahap masing-masing Rp5 juta pada Januari 2019 dan Rp250 juta pada Februari 2019. Sementara untuk suap sebesar Rp91,4 juta diberikan diberikan karena Romi telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik,

Atas perbuatannya, Romi didakwa pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Untuk diketahui, Haris dan Muafaq telah divonis oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.

Untuk Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Romi dan Menag Lukman sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Romi dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement