REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mayoritas ulama menyepakati bahwa Al-Muwaththa’ merupakan kitab hadis sahih pertama yang ditulis berdasarkan bab per bab. Keistimewan ini menarik perhatian sejumlah kalangan untuk mengarang kitab pensyarah yang memberikan uraian dan penjelasan bahasan-bahasan yang tertuang di dalam Al-Muwaththa’.
Di antara kitab-kitab syarah al-Muwaththa’ yang terkenal adalah at-Tamhid dan al-Istidzkar karya Abi Umar bin Abd al-Barr an-Namiri al-Qurthubi, al-Muqtabas karangan al-Balthayusi, al-Qabas karya Abu Bakar Ibn al-Arabi, dan Kasyf al-Mugaththi fi Syarh al-Muwaththa’ yang ditulis oleh Imam as-Suyuthi.
Meskipun bukan terbilang sebagai orang yang pertama kali menulis kitab hadis berdasarkan bab per bab, al-Muwaththa’ dianggap sebagai karya terpopuler dibandingkan karya serupa ulama semasanya.
Di antara tokoh yang pernah menulis kitab hadis selain Malik yang menggunakan metode tabwib adalah Ibnu Juraih di Makkah, Ar-Rabi’ bin Shabih, Said bin Abi Arubah, Hamad bin salamah di Bashrah, Sufyan Ats-Tsauri di Kuffah, dan Al-Awza’i di Syam.
Kitab Al-Muwaththa’ terdiri dari 1843 hadis. Hadis-hadis tersebut diklasifikasikan ke dalam tema besar (kitab) dan subbahasan (bab). Total tema besar dalam al-Muwaththa’ yaitu 61 topik, sedangkan babnya sendiri berjumlah 803 bahasan. Hadis-hadis tersebut diletakkan sedemikian rupa berdasarkan ijtihad Imam Malik.
Untuk memperkuat hadis yang dinukil, Imam Malik menyertakan atsar yang diriwayatkan dari para sahabat ataupun tabiin. Menariknya lagi, dari 803 bab dalam kitab al-Muwaththa’ terdapat sekitar 100 bab yang murni hasil ijtihad dan pemikiran fikih Imam Malik tanpa disertai nukilan riwayat satu pun.
Sebab itu, al-Muwaththa’ dikoreksi terus-menerus oleh Imam Malik sampai akhir hayatnya. Setelah melakukan kajian mendalam lagi, Imam Malik menganulir beberapa hadis ataupun riwayat yang kurang memenuhi kriteria keabsahan.
Karenanya menurut Abu Bakar al-Abhari, jika total riwayat mulai dari hadis hingga atsar sahabat dan tabiin dalam al-Muwaththa’ berjumlah sekitar 1720 riwayat. Sebanyak 600 hadis menyambung ke Rasulullah (musnad), sekitar 222 memiliki derajat mursal, 613 riwayat maukuf dan 285 riwayat merupakan atsar tabiin.
Sebagai contoh misalnya, dalam kitab yang membahas tentang shalat Jumat, Imam Malik menyebutkan bab-bab yang terkait dalam pembahasan itu. Di antaranya bab keutamaan mandi di hari Jumat yang terdapat sejumlah riwayat tentang hal itu.
Di antaranya hadis riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, Barang siapa yang pada hari Jumat mandi seperti mandi janabat, kemudian berangkat awal (ke masjid), maka seakan-akan ia bersedekah seekor unta gemuk. Barang siapa berangkat pada waktu kedua, maka ia seakan-akan ia bersedekah seekor sapi. Barang siapa berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan ia bersedekah seekor kambing bertanduk. Barang siapa yang berangkat pada waktu keempat, maka seakan-akan ia bersedekah seekor ayam. Dan barang siapa berangkat pada waktu kelima, maka seakan-akan ia bersedekah sebutir telur. Dan bila imam telah naik mimbar (untuk berkhutbah), maka para malaikat hadir untuk mendengarkan zikir.”
Selanjutnya, untuk mempertegas hukum mandi pada hari Jumat bagi Muslim, Imam Malik menukilkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah. Mandi Jumat adalah wajib bagi setiap yang telah bermimpi (baligh) sebagaimana hukum mandi junub.”