REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan kebutuhan air bersih di Jakarta saat ini diperkirakan mencapai 846 juta meter kaki kubik per tahun. Sedangkan layanan air PDAM Jakarta hanya mencapai sekitar 62 persen, sehingga sisa kebutuhan air bersih dipenuhi dari pengambilan air tanah.
Namun pengambilan air tanah berlebihan di Jakarta mengakibatkan turunnya muka air tanah yang ikut menjadi penyebab terjadinya penurunan tanah (landsubsidence) dan intrusi air laut, terutama di wilayah utara Jakarta. Badan Geologi melaporkan laju penurunan permukaan tanah tertinggi yang terukur oleh alat GPS Geodetik adalah 12 sentimeter.
Menteri ESDM Ignasius Jonan pun mengasumsikan apabila terjadi penurunan permukaan tanah mencapai 10 sentimeter dalam setahun, maka dalam 50 tahun penurunan permukaan tanah di Jakarta Utara bisa mencapai 5 meter. "Dua belas sentimeter itu banyak. Kalau 10 sentimeter, dalam setahun bisa satu meter. Kalau 50 tahun bisa 5 meter," kata Jonan di Gedung Kementeriam ESDM, Selasa (15/10).
Lebih lanjut ia pun mengatakan pihaknya mempercayakan masalah tersebut pada Gubernur Jakarta saat ini yang sangat fokus mengenai lingkungan hidup. Agar ke depannya persoalan ini tidak menjadi semakin parah.
Sebab, apabila eksploitasi air tanah masih dilakukan hal tersebut dapat membuat permukaan tanah di Jakarta akan terus semakin turun. Sehingga Jonan khawatir di masa mendatang Jakarta sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat tinggal.
"Ini sangat penting. Kalau tidak Jakarta mungkin tidak layak untuk menjadi tempat tinggal," kata Jonan.
Jonan pun berharap, ke depannya masalah pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan air tidak hanya mengandalkan air tanah. Namun, bisa memulai kajian dan melakukan alternatif lainnya, seperti melalui pemanfaatan air sungai dan sumber-sumber air lainnya.