REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK segera dipublikasikan. UU KPK versi revisi sudah mulai berlaku sejak Kamis (17/10).
"Jadi, KPK juga berharap agar Undang-Undang yang resmi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tersebut segera dipublikasikan sehingga bisa menjadi pedoman bagi semua pihak khususnya KPK dalam pelaksanaan tugas," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/10).
Febri menyatakan, jangan sampai ada kondisi ketidakpastian hukum karena Undang-Undang tersebut belum dipublikasikan. "Apalagi kalau sampai ada kondisi kekosongan hukum karena itu sangat berisiko bagi upaya pemberantasan korupsi," ungkap Febri.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, dari koordinasi informal dengan pihak Kementerian Hukum dan HAM, UU KPK hasil revisi tersebut sudah berlaku sejak Kamis (17/10).
Namun, kata dia, yang menjadi persoalan sampai saat ini adalah lembaganya belum mendapatkan dokumen resmi UU Nomor 19 Tahun 2019 tersebut.
"Jadi, KPK tidak pernah mengetahui secara persis bagaimana sebenarnya isi secara detil Undang-Undang resmi yang sudah disahkan atau diundangkan tersebut. Memang ada dokumen-dokumen yang diedarkan pada saat paripurna tetapi tentu saja sebagai penegak hukum, kami harus tetap melandaskan tindakan-tindakan yang dilakukan dengan dasar yang jelas dan Undang-Undang yang resmi," kata Febri.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) resmi mencatat revisi UU KPK ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019. "Revisi UU KPK sudah tercatat dalam Lembaran Negara sebagai UU No 19 Tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK, sudah diundangkan di Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Jumat.