REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memproyeksi produktivitas perikanan bakal meningkat 2.500 ton per tahun. Hal itu seiring dengan adanya kerja sama dan investasi masuk dari Norwegia.
Mengacu grafik KKP, realisasi investasi di sektor perikanan budidaya pada 2015 mencapai Rp 680 miliar. Angka tersebut kemudian anjlok di tahun 2016 yang hanya mencapai Rp 304 miliar. Pada 2017, realisasi investasi kembali naik menjadi Rp 869 miliar dan kembali turun di 2018 sebesar Rp 635 miliar. Sedangkan hingga Oktober 2019, realisasi investasi tercatat menyentuh Rp 893 miliar.
Salah satu investasi budidaya ikan yang tengah dipacu pemerintah berasal dari Norwegia. KKP membidik capaian investasi dari negara tersebut mencapai 50 juta dolar AS.
“Dengan sentuhan investasi dari Norwegia saja, kami targetkan produksi bisa 2.500 ton per tahun,” kata Direktur Jendeal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, di Raffles Hotel, Jakarta, Senin (21/10).
Raffles menyebut, ruang investasi telah dibuka seluas-luasnya kepada seluruh negara global. Bersama Norwegia, lanjut dia, investasi dimulai dengan skema business to business (B2B) antara konsorsium perusahaan Indonesia yang dipimpin PT EI Rose Brothers dengan perusahaan asal Norwegia, Sterner AS. Kerja sama dilakukan dalam pengembangan budidaya perikanan terpadu.
Selanjutnya, kerja sama kedua perusahaan tersebut akan dimulai dengan pembangunan fasilitas Recirculating Aquaculture System (RAS) di tahun depan. Dia mengatakan, dengan adanya investasi itu, pemerintah berkomitmen membuka lapangan kerja terhadap mayoritas tenaga kerja lokal.
“Tenaga kerja ahlinya memang kita datangkan dari asing, tapi yang lokal akan jadi pekerjanya. Secara mayoritas (yang lokal) itu pasti,” kata Slamet.
Di sisi lain, Slamet menjabarkan mengenai tantangan perluasan investasi budidaya perikanan. Antara lain mengenai teknologi tingkat tinggi yang mana penggunaannya cukup berbeda sehingga pemerintah daerah (pemda) perlu berkonsultasi lebih jauh dengan pusat. Tantangan selanjutnya adalah penataan dan pembenahan ruang laut.
Di dalam kondisi masing-masing daerah yang telah memiliki Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), namun tak semua wilayah memiliki Keramba Jaring Apung (KJA) yang diperbolehkan di suatu daerah atau tidak. Sehingga harmonisasi tersebut masih ditindaklanjuti lebih spesifik.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale menyatakan, peningkatan kerja sama dengan Indonesia terus dipacu. Apalagi, kata dia, saat ini kedua negara telah terlibat dalam kerja sama komprehensif dan juga perdagangan bebas dengan Eropa (Indonesia-EFTA Cepa). Namun begitu, pihaknya juga meminta adanya kepastian regulasi yang sesuai dengan iklim investor.
“Kunci kerja sama pada hakikatnya ada di kepastian regulasi,” kata Vegard.