Rabu 23 Oct 2019 06:51 WIB

Ini Pesan Ketum PBNU pada Kaum Bersarung

Santri perlu terus mengembangkan tradisi kreatif, inovatif, dan berpikir kritis.

Rep: Muhyiddin/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj bersama tokoh lintas agama dan iman menyampaikan pernyataan sikap untuk Papua damai di gedung PBNU, Jakarta, Senin (9/9).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj bersama tokoh lintas agama dan iman menyampaikan pernyataan sikap untuk Papua damai di gedung PBNU, Jakarta, Senin (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof. KH. Said Aqil Siroj menyampaikan pidato kebudayaan dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (22/10) malam. Dalam pidatonya, Kiai Said berpesan kepada para santri atau kaum bersarung untuk mengembangkan tradisi kreatif, inovatif, dan berpikir kritis.

"Saya berpesan, santri perlu terus mengembangkan tradisi kreatif, inovatif, dan berpikir kritis," ujar Kiai Said dalam acara yang dihadiri para tokoh dan ulama tersebut.

Baca Juga

Karena itu, Kiai Said juga mengimbau kepada semua pihak yang hadir dalam acara tersebut untuk melibatkan santri, menjadi subyek aktif dalam seluruh proses pembangun bangsa dan negara. "Santri mewarisi legacy yang ditinggalkan oleh para ulama di abad keemasan Islam. Karena itu, kebangkitan Indonesia dan Islam akan sangat ditentukan oleh kiprah dan peranan kaum santri," ucap Kiai Said.

Pengasuh Pondok Pesantren Atsaqofah Ciganjur ini menjelaskan, menuju tahun 2045 masyarakat Indonesia akan menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0. Di era ini, kata dia, masyarakat bisa mendapatkan manfaat, tetapi juga berpeluang mendapat efek negatif, yang mana bisa menjadikan manusia terperangkap sebagai obyek kemajuan teknologi dan informasi.

Kiai Said mengatajan, kemajuan teknologi dan informasi tersebut dapat mengurangi hubungan dan kedekatan antar manusia (hablun min al-nas). Namun, menurut dia, santri memiliki modal yang besar untuk mendorong manusia agar tetap menjadi sentral atas kemajuan teknologi dan informasi tersebut.

"Santri memiliki mekanisme agar hubungan antar manusia tetap kuat dan kokoh. Di antaranya Tahlilan, Yasinan, dan Barzanji," kata Kiai Said.

Di dalam tradisi keberagamaan tersebut, lanjutnya, teknologi dan informasi hanyalah dijadikan sebagai sebuah instrumen bukan tujuan. Dengan demikian, kata dia, seluruh produk peradaban diarahkan untuk menguatkan kualitas kemanusiaan masyarakat Indonesia.

Selain itu, dalam pidatonya Kiai Said juga menyampaikan bahwa pandangan Islam tentang kebudayaan, negara dan kebhinekaan secara tepat akan menjadi modal penting dalam membangun Islam Indonesia sebagai rujukan dunia.

"Dan saya yakin, santri-santri yang dilahirkan dan ditempa di pesantren memiliki pemahaman tentang Islam, kebudayaan, negara dan kebhinekaan yang tepat sehingga di pundak santrilah masa depan Indonesia berada," jelasnya.

"Nilai-nilai yang selama ini dimiliki oleh santri seperti integritas, kejujuran, akhlaqul karimah akan menjadi modal penting dalam menyongsong Indonesia emas pada tahun 2045," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement