REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, mengingatkan pemerintah masih memiliki tanggung jawab untuk mengungkap penyebab meninggalnya anak-anak akibat aksi demonstrasi beberapa waktu lalu. LPAI mengharapkan proses hukum atas kasus tersebut mampu dituntaskan oleh pemerintahan yang baru.
"Sejumlah lembaga yang memiliki kepeduliaan pada isu kemanusiaan dan hukum mengkritisi pidato pelantikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober lalu. Mereka menggugat sama sekali tidak disinggungnya ihwal hukum, kemanusiaan, dan perlindungan warga negara dari pidato Presiden tersebut. LPAI pun menyoal hal yang sama," ujar Kak Seto dalam keterangan tertulisnya, sebagaimana dikutip Republika.co.id, Jumat (25/10).
Secara spesifik, LPAI mengajak publik untuk kilas balik sekaligus mengingatkan pemerintah pada dua peristiwa menyedihkan yang berhubungan langsung dengan anak-anak. Pertama, rangkaian demonstrasi 21-22 Mei yang berakibat empat anak meninggal dunia serta puluhan anak lainnya yang proses hukum dan rehabilitasi sosialnya tidak memperoleh kejelasan hingga kini. Kedua, demikian pula penanganan atas sekian banyak anak mahasiswa yang mengikuti aksi massa menjelang pengesahan sejumlah RUU pada September lalu.
Menurut Kak Seto, masalah anak-anak tersebut nampak buram, bahkan kian tenggelam, dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain. "Kita bersuka cita menyambut pemerintahan baru, termasuk pelantikan anggota kabinet baru. Tapi pada saat yang sama, LPAI bertanya, siapa hari ini yang masih ingat dan masih memandang serius dua tragedi yang LPAI sebutkan tadi? LPAI mengajak masyarakat untuk menaruh atensi lebih besar terhadap meninggalnya anak-anak itu dan proses hukum atas puluhan anak lain," ujarnya.
Salah satu kepentingan yang harus diperjuangkan, kata Kak Seto, di samping mencari tahu penyebab kejadian tersebut, adalah menemukan pihak yang telah membunuh anak-anak malang tersebut serta memastikan adanya sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku nantinya. LPAI memandang, perlunya ganti rugi berupa restitusi, bahkan kompensasi bagi keluarga anak-anak tersebut.
Kemudian, Kak Seto pun mengingatkan bahwa persoalan perlakuan terhadap anak-anak semakin penting jika semua pihak memahami pranata global tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Pada tujuan nomor 16 dalam SDGs tersebut menyebut mengenai penghentian segala bentuk kekerasan terhadap anak serta penghentian tindakan penganiayaan, penelantaran, dan eksploitasi anak. "Pemberian kompensasi bagi keluarga keempat korban kanak-kanak tersebut semestinya diprioritaskan."
Menurutnya, LPAI mendesak kementerian dan lembaga terkait untuk selekas mungkin dan setuntas mungkin mengambil langkah yang secara mutlak memperlihatkan keberpihakan pada anak-anak tersebut. Secara khusus, desakan ini LPAI tujukan kepada Kapolri dan jajarannya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak beserta jajarannya, dan Menteri Sosial bersama jajarannya. Anak-anak, dengan segala kerapuhannya, sangat berisiko menyandang status tumpang-tindih korban sekaligus pelaku. Berhadapan dengan status ganda itu, sudah menjadi kepatutan bahwa penanganan anak selaku korban harus didahulukan oleh negara. "Penanganan itu mencakup dimensi hukum, fisik, psikis, dan sosial anak," kata Kak Seto.