REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) melakukan unjuk rasa di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (31/10). Dalam unjuk rasa ini, massa SP/SB menyuarakan 2 tuntutan kepada pemerintah. Kedua tuntutan tersebut telah diterima Kemenaker melalui audiensi yang dilangsungkan di Kantor Keemnaker.
Direktur Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani, menjelaskan, 2 tuntutan tersebut yaitu tuntutan untuk merevisi Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan). Kedua, menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).
Terkait revisi PP Pengupahan, Dinar menjelaskan bahwa saat ini pemerintah masih menerima seluruh masukan agar dapat menyusun pokok pikiran perubahan PP Pengupahan tersebut. Selama belum ada revisi terhadap PP Pengupahan maka peraturan tersebut masih berlaku dan terbaik yang ada saat ini.
Ia mencontohkan dengan kenaikan Upah Minimun (UM) tahun 2020 sebesar 8,51 persen. Kenaikan ini, kata Dinar, dihasilkan dari formulasi PP Pengupahan yang mendasarkan pada inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Angka ini kan diambil dari inflasi nasional sebesar 3,39 persen ditambah dengan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen menjadi 8,51 persen sesuai dengan PP 78/2015 tentang Pengupahan," kata Dinar.
Menurut Dinar, memang terdapat beberapa wilayah yang merasa keberatan terhadap kenaikan tersebut. Hanya saja, keberatan tersebut tidak di lengkapi oleh data dan informasi. Dengan demikian, menurut dia kenaikan sebesar 8,51 persen ini merupakan jalan yang terbaik karena didasari oleh variable yang terukur, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Ada dari asosiasi pengusaha datang kemari untuk minta agar kenaikannya sekitar 5 - 6 persen saja, sementara buruh minta 10 - 15 persen. Namun kedua permintaan tersebut tidak didasari oleh data empiris yang kuat. Jadi 8,51 persen ini sudah terbaik," kata Dinar.
Dinar pun menilai keinginan buruh agar UM naik sekitar 10 - 15 persen perlu untuk dilengkapi oleh data-data empris. Menurutnya, tuntutan kenaikan tersebut didasarkan oleh survei, namun sampai saat ini pemerintah belum menerima dasar dari survei tersebut. Sementara angka yang ditetapkan pemerintah telah berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
Dinar menambahkan, Kemnaker telah menerima perintah dari Presiden Joko Widodo untuk mulai menyusun pokok-pokok pikiran dalam rangka merevisi PP Pengupahan. Saat ini, kata dia, Kemenaker terus melakukan dialog dengan berbagai pihak, baik dengan pihak pekerja dan pengusaha, untuk memberikan masukan atas perbaikan PP Pengupahan tersebut.
"Selama ini banyak pihak yang menyatakan keberatan atas peraturan tersebut, tetapi tidak pernah memberikan ide konkrit dan implementatif hal-hal apa saja yang perlu diubah dari peraturan tersebut. Sekarang kami sedang mengumpulkan bahan-bahannya," kata dia.
Adapun, terkait revisi UU Ketenagakerjaan, ia menegaskan bahwa selama ini belum ada proses revisi UU Ketenagakerjaan. Ia meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, terkait revisi UU Ketenagakerjaan.
"Kami belum ada draft-nya, jadi kalau mereka bilang menolak, sebenarnya apa yang ditolak," ujarnya.