REPUBLIKA.CO.ID, Baru-baru ini, publik ramai memperbincangkan adanya jembatan penyeberangan orang (JPO) tak beratap di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Upaya kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat.
Saat ditemui di kawasan Sudirman, salah satu pejalan kaki yang melintas saat siang hari, Indra mengakui, ia merasa kepanasan apabila menyeberangi jalan menggunakan JPO tersebut. Apalagi, dalam beberapa hari terakhir, panas terik melanda Jakarta.
"Enaknya sih ada atapnya kan siang-siang gini jadi lebih adem sama lebih nyaman. Kalau buat saya sendiri sih enggak ngaruh buat foto, yang penting kan fungsinya buat menyeberang. Kalau buat foto-foto, itu kan bukan fungsi utama dari JPO itu," kata Indra, Kamis (7/11).
Berdasarkan pengamatan Republika, Kamis (7/11), beberapa pejalan kaki yang merasa kepanasan ketika melintas di JPI terlihat menggunakan payung pada siang hari. Salah satunya, Paulina, mengatakan, alasannya memakai payung karena merasa kurang nyaman dengan terik matahari.
“Mungkin cocok untuk foto-fotonya kalau sudah sore atau malam. Kalau siang begini, ya panas banget yang jalan di sini,” keluh Paulina.
Pejalan kaki lainnya, Henny, menilai, pembongkaran atap JPO Sudirman tidak efektif. "Kalau kata saya sih balikin aja ini atapnya tolong. Kalau pagi sampai siang kepanasan, terus kalau hujan susah enggak bisa neduh. Jadi, makin sulit buat jalan," kata Henny.
Menurut Henny, jika alasan Dinas Bina Marga DKI ingin menjadikan JPO Sudirman menjadi instagramable dengan mencopot atapnya, justru merugikan pejalan kaki yang sering menggunakan fasilitas umum itu.
"Saya baca berita, katanya mau dibikin instagramable dipasang lampu-lampu dari bawah jembatan. Pekerja juga sudah pada pulang, pasti enggak efektif, ya kan?" kata Henny.
Meski mengalami penolakan, ternyata Budi Darsono sebagai salah satu pejalan kaki yang melintasi JPO Sudirman menyambut antusias langkah pembongkaran atap dari JPO itu karena menurutnya itu merupakan inovasi.
"Buat saya sih jadi oke, kayak jadi terbuka gitu pandangan kita, enggak ketutup. Mungkin, karena saya suka foto juga, buat saya kalau malam jadi dapat pencahayaan lebih banyak," kata Budi yang ditemui sedang memotret suasana malam dari atas JPO Sudirman.
Budi menilai, tidak ada perbedaan besar antara JPO yang terbuka dan tertutup karena fungsi JPO hanya menghubungkan dua jalur trotoar yang terbuka. "Beda cerita kalau ini penghubung antargedung, tapi malah kebuka, itu baru masalah," kata Budi.
Salah seorang remaja yang sedang swafoto, Adifa, mengatakan, baru pertama kali melintas di JPO ini. Ia menilai, inisiatif Pemprov DKI untuk membuka atap JPO merupakan kebijakan yang baik.
"Bagus sih, estetiknya dapat, cuma panas saja. Saran sih pakai atap lagi saja, kalo buat foto-foto gini bagusnya pas sore, malam, atau pas enggak panas,” usul Adifa.
Dilansir melalui akun Instagram resminya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah foto JPO tak beratap di Jalan Sudirman itu pada Kamis (7/11). Anies menjelaskan, pelepasan atap JPO karena ingin memberikan unsur pengalaman pejalan kaki yang berbeda, sehingga bisa melihat pemandangan langsung gedung pencakar langit.
"Jika JPO ini menghubungkan areal indoor dengan indoor, misalnya, antara dua bangunan gedung maka penutup atau atap memang menjadi keharusan. Tapi, JPO menghubungkan antara dua areal yang sama-sama outdoor dengan outdoor maka memang JPO ini adalah bagian dari outdoor atau ruang terbuka," kata Anies.
Anies juga menyarankan agar masyarakat tidak perlu ambil pusing karena ada alternatif penyeberangan lain di dekat JPO tersebut. "JPO ini juga tidak ada halte Transjakarta di tengahnya, sehingga tidak ada antrean dan lebih lengang. Maka, bisa dibuat lebih terbuka. Di dekat JPO sudah ada stasiun MRT Setia Budi Astra sebagai alternatif penyeberangan," kata Anies lagi.