REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN – Politisi Denmark memprotes Turki yang menyebut Denmark sebagai negara anti-Muslim. Ini berawal dari sebuah laporan Turki bertajuk Laporan Islamofobia Eropa 2018.
Mulanya laporan itu bertujuan untuk memperkuat dialog dan solidaritas antara Eropa dan Turki. Namun setelah adanya pernyataan keras tentang Islamofobia di Denmark, hal itu menuai respons negatif dari para politisi Denmark.
Lembaga riset Turki, Sera, dituding ada dibalik laporan itu. “Dana Uni Eropa tak boleh digunakan untuk membiayai laporan LSM Turki tentang Islamofobia di Eropa, termasuk Denmark,” tutur Menteri Luar Negeri Denmark, Jeppe Kofod seperti dilansir CPH Post pada Kamis (7/11).
Laporan itu mengkritik kurangnya demokrasi di Denmark, menjadi tanda negara itu sebagai negara Islamofobik yang ditandai dengan sikap kasar dan kampanye politik eksklusif yang ditujukan bagi warga Muslim.
Laporan itu juga menilai Denmark bukan lagi negara demokrasi namun sebagai negara etnokrasi yakni bentuk pemerintahan dengan satu kelompok etnis memegang kekuasaan.
Sementara Politisi Denmark pun mengkritisi temuan itu. Sebuah survei yang dilakukan pada Oktober oleh YouGov atas nama outlet media Mandag Morgen mengungkapkan bahwa 28 persen orang Denmark setuju atau bahwa semua Muslim harus meninggalkan Denmark.
“Sungguh brutal begitu banyak orang yang setuju Muslim diusir dari Denmark,” kata profesor dari Universitas Aalborg, Christian Albrekt Larsen, seorang profesor dari Universitas Aalborg.
Sementara itu Denmark mengkritik Uni Eropa karena mendanai laporan itu. Kofod mengatakan Denmark dan negara-negara Uni Eropa lainnya telah membahas masalah tersebut dengan perwakilan UE di Ankara.
UE mendanai Turki 126.952 euro untuk laporan itu sebagai bagian dari bantuan pra-aksesi yang diberikan kepada Turki karena negara tersebut adalah kandidat yang diakui untuk bergabung dengan UE.
Peter Kofod dari Dansk Folkeparti percaya Uni Eropa harus menghentikan semua pendanaan dan memberitahu Turki bahwa negara itu tidak akan pernah menjadi anggota Uni Eropa. “Ini adalah skandal bahwa Uni Eropa membiayai hal-hal yang benar-benar gila,” katanya. Andrian Saputra