Rabu 13 Nov 2019 21:06 WIB

Solar Langka di Priangan Timur

Kelangkaan BBM jenis solar disebabkan pasokan solar dikurangi.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Budi Raharjo
Petugas SPBU mengisi biosolar ke kendaraan. (ilustrasi)
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Petugas SPBU mengisi biosolar ke kendaraan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di wilayah Priangan Timur pada Rabu (13/11). Kelangkaan itu diperkirakan terjadi sejak beberapa hari terkahir. Akibatnya, banyak kendaraan mengantre di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Salah seorang sopir truk di Kota Tasikmalaya, Ade Kusnandar (43 tahun) mengatakan, sejak empat hari terakhir terjadi kelangkaam BBM jenis solar di Kota Tasikmalaya. Menurut dia, hampir di setiap SPBU, BBM jenis solar telah habis. Baru pada siang hari, BBM jenis solar kembali diiisi.

Baca Juga

"Hari ini saja hingga siang, saya belum mendapatkan solar. Padahal tadi saya sudah keliling ke beberapa SPBU tapi semua kosong," kata dia saat antri di SPBU, di Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya, Rabu siang

Ia menambahkan, ketika kembali tersedia, pembelian BBM jenis solar dibatasi maksimal Rp 150 ribu. Padahal ujar Ade, untuk kebutuhan aktivitas usaha, ia minimal mengisi bensin Rp 200 ribu per hari. Akibatnya, dalam beberapa hari terakhir usahanya tak berjalan maksimal.

Saat ini, Ade juga tak berani untuk mengantar barang ke luar kota. Ia khawatir kendaraannya mogok karena kehabisan solar. "Padahal kalau lagi normal, untuk kebutuhan antar barang saya suka keliling ke beberapa kota, termasuk Bandung," kata dia.

Sementara itu, salah seorang petugas SPBU, Cucu mengatakan, kelangkaan BBM jenis solar disebabkan pasokan solar dikurangi. Ia menyebut, dalam kondisi normal solar yang dikirim mencapai 16 ribu liter. Namun saat ini hanya setengahnya. "Per hari atau berkurang hingga 50 persen," kata dia.

Tak hanya di Tasikmalaya, di Garut juga terjadi kelangkaan BBM jenis solar. Pengusaha angkutan barang mengeluhkan kosongnya bio solat di hampir semua SPBU di Kabupaten Garut. Akibatnya, mereka terpaksa membeli BBM jenis solar Dexlait.

Salah satu pengusaha angkutan barang di Kabupaten Garut, Sigit Zulmunir mengatakan, kondisi ini telah berlangsung hampir satu pekan. "Harga solar nonsubsidi dua kali lipat lebih mahal dari subsidi," kata dia.

Ia menyebut, harga Dexlait sebesar Rp 10.200 per liter, sementara biosolar harganya Rp 5.150 per liter. Menurut dia, kondisi itu tentu memberatkan para pengusaha angkutan.

Sebelum solar menghilang, lanjut dia, tiap SPBU menerapkan sistem pembatasan. Setiap satu truk hanya diperbolehkan mengisi solar sebesar Rp 100 ribu. Akibatnya, operasional kendaraan ikut terganggu.

Ia mencontohkan, dalam satu hari satu kendaraan biasa menghabiskan solar berkisar antar Rp 200-250 ribu. Namun saat ini beban operasional naik menjadi Rp 500 ribu. Sementara, konsumen menolak untuk menaikan tarif jasa angkutan.

Ia menambahkan, kelangkaan solar ini pun berdampak terhadap naiknya harga suku cadang kendaraan. "Toko onderdil sudah mulai menaikan harga barangnya, sementara kita jangankan naik, yang ada malah pendapatan berkurang," kata dia.

Ia berharap, pembatasan solar ini dapat dikaji ulang. Terutama untuk kendaraan angkutan barang.

Ketua Organda Kabupaten Garut, Yudi Nurcahyadi mengatakan, anggotanya sudah banyak yang mengeluh adanya kelangkaan solar di Kabupaten Garut. Kondisi itu, bahkan juga dirasakan oleh seluruh Organda di Priangan Timur.

Ia mengatakan, Organda masih belum mendapatkan alasan yang jelas atas kelangkaan solar yang terjadi. Menurut dia, setelah berkoordinasi drngan Organda se-Jawa Barat (Jabar), kelangkaan solar hanya terjadi di wilayah Priangan Timur.

"Organda se-Priangan Timur sudah melayangkan surat ke Hiswana Migas. Dalam waktu dekat kita akan rapat di Tasik terkait masalah ini," kata dia.

Ia menyebutkan, SPBU yang biasa mendapat kuota 16 ribu liter solar saat ini dikurangi menjadi 8 ribu liter. Akhirnya, konsumen yang hendak membeli pun ikut dibatasi. Jika seperti ini terus, kata dia, pelayanan publik juga akan berdampak. Pasalnya, pasokan BBM sangat penting untuk angkutan barang beroperasi.

"Dari data Dishub, angkutan barang dan orang yang menggunakan solar ada 15 ribu unit yang aktif di Garut. 30 persen sudah mengurangi operasional. Karena takut mogok di jalan," kata dia.

Unit Manager Communication & Relations Pertamina MOR III, Dewi Sri Utami mengatakan, sampai dengan Oktober 2019, distribusi solar subsidi untuk wilayah Priangan Timur, telah over kuota dari total kuota yang dicanangkan. Ia menyebutkan, peruntukan BioSolar Subsidi sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014‎, hanya ditujukan bagi rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum.

"Pertamina selaku badan usaha yang melakukan penyaluran biosolar subsidi, melakukan penyaluran sesuai dengan kuota dari diberikan BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Migas)," kata dia dalam keterangan resminya.

Ia menambahkan, bagi masyarakat pengguna bahan bakar diesel, Pertamina juga menyediakan varian BBM alternatif yaitu Dexlite dan Pertamina Dex yang tersedia di SPBU, yang memiliki kualitas lebih baik. Di area Priangan Timur, terdapat 66 SPBU outlet Dexlite dan 30 SPBU outlet Pertamina Dex, salah satunya berada di SPBU 3446103 Jalan RM Martadinata Cipedes Kota Tasikmalaya.

"Dexlite memiliki cetane number minimal 51 dengan kandungan sulfur minimal 1.200 part per milion (ppm). Sementara itu, Pertamina Dex memiliki cetane number 53 dengan kandungan sulfur di bawah 300 ppm," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement