REPUBLIKA.CO.ID, Dikisahkan bahwa pada suatu hari, al-Hasan dan al-Husein putra Sayidina Ali bin Abi Thalib pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Sesampainya di masjid, mereka menjumpai seorang laki-laki tua yang sedang berwudhu.
Setelah wudhu, orang tua itu pun shalat. Ternyata, wudhu dan shalat orang tua itu terlihat kurang sempurna. Hasan dan Husein ingin memperbaikinya, tetapi mereka khawatir hal itu akan menyinggung perasaannya.
Akhirnya, kedua putra khalifah keempat dalam sejarah Islam itu bersepakat untuk memakai cara pendekatan yang bijaksana. Di hadapan orang tua tersebut mereka berdebat, masing-masing mengatakan bahwa dialah yang paling benar dalam berwudhu dan shalat. Mereka lalu meminta orang tua itu untuk menilainya, mana di antara mereka yang paling sempurna dalam berwudhu dan shalat.
Lalu mereka masing-masing melakukan wudhu dan shalat di depan orang tua tadi. Setelah orang tua itu melihat tata cara berwudhu dan shalat mereka, terperanjatlah dia lalu segera mengoreksi diri seraya menyadari bahwa wudhu dan shalatnya selama ini ternyata cacat serta tidak sesempurna shalat kedua pemuda itu.
Maka dia mengatakan kepada keduanya, ''Alangkah baiknya wudhu dan shalat kalian, serta alangkah baiknya tuntunan dan bimbingan kalian kepadaku. Semoga Allah memberkahi kalian.''
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Barang siapa melihat kemungkaran dilakukan di depan matanya, maka hendaknya ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Bila tidak mampu, maka hendaknya ia mencegahnya dengan lisannya. Jika dengan itu pun tidak mampu, maka dia hendaknya mencegahnya dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.''
Mencegah dan memperbaiki seseorang dari perbuatannya yang salah merupakan sebuah kewajiban sebagaimana tersurat dari hadis di atas. Masalahnya kemudian adalah bagaimana cara kita mencegah atau memperbaiki seseorang dari kesalahan yang diperbuatnya. Sekali kita salah dalam melakukan pendekatan, alih-alih kebaikan yang kita terima, justru mudharat yang kita peroleh.
Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memberi peringatan kepada Fir'aun dengan hikmah. Bila seorang nabi saja diperintahkan untuk memperingati orang sedurjana Fir'aun dengan hikmah, apalagi kita sebagai ummatnya. Betapa indahnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bila antara satu warga dengan yang lainnya saling memberi hikmah dalam nasehat-menasehati kepada kebaikan, sebagaimana ditunjukan oleh Hasan dan Husein cucu Rasulullah SAW. Wallahu a'lam bishawab.