REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Tarbiyyah Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Irfan Safrudin mengatakan, rencana Kementerian Agama (Kemenag) untuk melakukan perubahan isi buku ajaran agama murid sekolah tidak perlu dilakukan.
Menurut dia, ketakutan Kemenag bahwa radikalisme mampu meracuni dunia pendidikan, tidak relevan dengan budaya di Indonesia.
“Kalau kita menelaah dan memahami kontek budaya Indonesia yang memiliki ciri khas budaya Timur dengan tingkat religius yang tinggi. Maka sifat dan sikap radikalisme di Indonesia tidak relevan dengan budaya yang berkembang di Indonesia,” kata Irfan saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (14/11).
Irfan juga mengganggap isu radikalisme di Indonesia bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Karena, baginya, hanya sedikit sekali orang Islam Indonesia yang tertarik untuk menganut paham radikalisme.
“Saya sendiri tidak terlalu khawatir dengan radikalisme di Indonesia, karena di Indonesia tidak banyak yang tertarik dengan radikalisme,” katanya.
Hal yang perlu dikhawatirkan, kata dia justru berpusat pada tingkah laku dan kebiasaan buruk warga Indonesia. Korupsi, daya saing yang masih rendah, kemiskinan, kebodohan, dan rasa malas, jelas Irfan, merupakan masalah yang masih menjerat Indonesia.
Sebelumnya, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin mengatakan, setelah dilakukan perubahan skala besar, buku versi terbaru akan segera dirilis akhir 2019 nanti. "Kami lakukan perubahan secara besar-besaran dan masif. Desember 2019 nanti diluncurkan," kata dia.
Kamaruddin menekankan, perubahan utama dalam buku pelajaran bertujuan mendorong toleransi. "Kita ingin pendidikan agama di sini, bukan saja menjadikan kita semakin soleh, taat beribadah, tetapi juga mengajarkan hubungan yang baik dengan sesama manusia. Menjadikan agama sebagai perekat sosial," ujarnya.