REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pemerintah Kota Sukabumi menggencarkan kegiatan keagamaan dalam menghadapi masalah anak kecanduan permainan di gawai atau handphone. Cara ini dinilai efektif dalam mengatasi kecanduan anak pada gawai.
'' Peran orangtua harus lebih ditingkatkan terutama pengawasan dan pemerintah menggiatkan kegiatan berbasiskan nilai keagamaan,'' ujar Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi, Jumat (15/11). Orangtua misalnya membatasi anak dalam menggunakan HP.
Di sisi lain, pemerintah menggulirkan kegiatan gerakan sholat subuh berjamaah dan gerakan magrib mengaji. Sehingga anak-anak disibukkan dengan kegiatan yang positif dan mengurangi aktivitas bermain di HP.
Di sisi lain kasus yang ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Sukabumi tercatata 138 kasus yang ditangani sepanjang Januari hingga November 2019. Di mana 117 kasus diantaranya kasus anak.
Melihat fakta itu ungkap Fahmi, pemkot akan terus melakukan sosialisasi dan menghidupkan kegiatan keagamaan. Hal ini dalam upaya membuat masyarakat kita beradab dengan melibatkan lembaga keagamaan dan pendidikan Islam di wilayah.
Terutama empat pilar peradaban dalam Islam yakni madrasah, majelis taklim, pondok pesantren dan masjid. Ke empatnya tulang punggung kokoh dan kuatnya agama agar berdiri.
Sebelumnya, jumlah anak yang kecanduan game gadget di Sukabumi bertambah banyak. Mereka rata-rata merupakan anak yang berusia pada tingkatan SD dan SMP serta sebagian kecil lainnya SMA.
"Dari data sejak Oktober 2018 hingga sekarang ada 38 orang anak yang orangtuanya melaporkan mereka kecanduan game online," ujar Ketua LK3Kota Sukabumi yang juga Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2P2A) Kota Sukabumi, Joko Kristianto.
Dari 38 orang tersebut kata Joko, satu anak diantaranya telah ditangani dan terbebas dari kecanduan game di gadget dan bisa bergaul normal dengan teman-temannya. Ia menerangkan anak dikatakan kecanduan game ketika bermain game di atas enam jam per hari atau bahkan tidak bisa lepas dari tangannya handphone (HP).
Hal ini menunjukkan sesuatu yang berlebihan dan menjadi masalah. Menurut Joko, kondisi ini termasuk dalam bagian gangguan kejiwaan. Sebab anak tidak bisa mengelola diri sendiri karena terobsesi dengan gadget yang menawarkan baik media audio dan visual.
Rata-rata kasus kecanduan game yang berdampak pada psikologis anak ini dialami usia sekolah tingkat SD dan SMP dan mayoritas berjenis kelamin laki laki. Perilaku mereka yang kecanduan game mengalami siklus yang sama dengan kecanduan-kecanduan yang lain.