REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyambut baik penggunaan mata uang dolar dari negara saingan Amerika Serikat (AS), Ahad (17/11). Dia melihat langkah tersebut menjadi upaya penyelamatan yang bisa membantu negara menghadapi krisis.
"Saya tidak melihatnya sebagai hal yang buruk, proses yang mereka sebut 'dolarisasi'," kata Maduro dalam wawancara yang disiarkan di saluran televisi Televen.
Menurut bank sentral, mata uang resmi bolivar terdepresiasi lebih dari 90 persen tahun ini. Sementara hiperinflasi dalam sembilan bulan pertama tahun ini mencapai 4.680 persen. Inflasi telah memangkas daya beli upah minimum negara Amerika Selatan ini hingga setara dengan sekitar 10 dolar AS per bulan.
"Ini dapat membantu pemulihan negara, penyebaran kekuatan produktif di negara ini, dan ekonomi," kata pemimpin sosialis itu.
Maduro telah melarang penggunaan dolar setidaknya sampai 2018. Meski saat ini larangan itu tidak berlaku, dia masih mengevaluasi transaksi dalam mata uang AS yang telah tumbuh dalam beberapa bulan terakhir, bolivar akan terus beredar sebagai mata uang resmi.
"Venezuela akan selalu memiliki mata uangnya, kami akan selalu memiliki bolivar dan kami akan memulihkannya dan kami akan mempertahankannya," kata Maduro dalam sebuah wawancara dengan politisi kiri dan wakil presiden pemerintahan Hugo Chávez, José Vicente Rangel.
Di bawah sanksi AS yang semakin parah, bank sentral telah mulai menyuntikkan euro ke dalam perekonomian. Pemerintah dan perusahaan minyak negara PDVSA bahkan sudah mulai membayar kontraktor dengan mata uang Eropa.
Mata uang asing memasuki ekonomi anggota OPEC ini sebagian besar dari penjualan beberapa pengiriman minyak mentah dan emas. Pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan dolarisasi Maduro sebagai penambah kekalahannya.
"Kegagalan di Miraflores, diakui hari ini, adalah negara itu dolarisasi, dia mengakui mata uang kita bahkan tidak dapat memiliki nilai," kata Guaido.
Baru-baru ini, konsultan yang berbasis di Caracas, Ecoanalitica, memperkirakan 53,8 persen transaksi di tujuh kota besar dalam 15 hari pertama Oktober dilakukan dalam dolar. Angka itu mencapai 86 persen di kota Maracaibo yang kaya minyak yang terhambat oleh pemadaman listrik.