REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) meyakini korban First Travel akan kesulitan mendapatkan kembali aset yang sudah dirampas negara. Sapuhi meminta jamaah pasrah.
Sapuhi beralasan, selain tidak ada ketentuan yang mengatur aset yang dirampas negara dapat dikembalikan kepada jamaah, nilai assetnya juga sudah tidak sesuai dengan kerugian jamaah.
"Bukan masalah tidak ingin mengambil hak, tetapi setelah kita analisa bahwa apa yang diputuskan MA, aset yang diambil alih Kejaksaan diserahkan kepada kas negara uang tersebut sudah dihitung tidak lebih Rp 50.000 sampai Rp 56.000 dibagikan per jamaah yang belum berangkat," kata Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi, Kamis (21/11).
Menurutnya, jumlah uang dari hasil pembagian aset nilainya sangat kecil. Tidak sesuai dengan kerugian yang diderita oleh masing-masing korban dari First Travel. Bahkan kerugian akan semakin bertambah ketika jamaah mengajukan upaya hukum lanjutan atau Peninjauan Kembali (PK).
"Bahkan apa bila mereka akan menempuh lebih lanjut proses hukum akan jauh lebih besar biayanya dibandingkan individunya yang hanya menerima Rp 65.000 dari hasil sitaan negara ini," katanya.
Syam yang merupakan Dirut Travel Patuna Mekar Jaya menyarankan jamaah tidak melakukan upaya hukum lain pascaputusan kasasi di MA. Dikuatirkan akan menambah jamaah merugi secara materi.
"Saya selaku pemain haji khusus dan umrah secara pribadi menyarankan kepada korban untuk tidak melakukan upaya lebih jauh," katanya.
Sekarang ini kata dia, lebih baik jamaah korban First Travel pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT, setelah putusan MA yang memutus aset First Travel disita negara. Selain itu tetap berharap dan berdoa ada kebijakan politik yang bisa berpihak kepada jamaah.
"Sehingga semua korban First Travel dapat diberangkatkan," katanya.
Syam mengaku enggan mengomentari hasil putusan MA yang memutus aset dirampas untuk negara. Menurutnya dirampasnya aset untuk negara itu bertujuannya untuk melindungi aset sehingga tidak dikuasai oleh orang yang bukan haknya.
"Diambil, atau dirampas oleh negara dalam hal ini bukan untuk apa-apa tentunya melindungi dulu dana tersebut jangan sampai diambil oleh mereka yang tidak tepat sasaran," katanya.
Sampai saat ini Kejaksaan Agung (Kejakgung) sebagai eksekutor lelang aset terhadap barang bukti yang dirampas untuk negara, masih menunda eksekusi khusus untuk aset First Travel. Kejakgung masih melakukan kajian agar aset setelah dieksekusi dapat dikembalikan kepada jamaah.