REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang telah memasang sejumlah Voice Announcer Area Traffic Control System (ATCS). Bahkan, alat ini telah diujicobakan di sejumlah simpang jalan sejak Senin (18/11).
"Kita pasang di beberapa simpang dahulu. Ke depan akan kita pasang di semua simpang," ujar Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Malang, Handi Priyanto saat dihubungi Republika, Jumat (22/11).
Handi menargetkan dapat memasang Voice Announcer ATCS di seluruh simpang jalan Kota Malang pada 2020. Untuk waktu lebih tepatnya, Handi belum mengetahui pasti. Sebab, pemasangan alat ini bergantung pada ketersediaan anggaran daerah.
Adapun mengenai titik yang telah terpasang Voice Announcer ATCS, Handi menolak mengungkapkannya. Ia tidak ingin pengendara hanya patuh lalu lintas di beberapa titik tertentu. Kemudian berubah menjadi tidak tertib ketika berada di lokasi lain.
Handi mengaku, program Voice Announcer ATCS di Kota Malang terbilang baru. Upaya ini telah menciptakan daya kejut tinggi pada masyarakat. "Jadi kalau saya perhatikan di CCTV room saya, itu di simpang-simpang lain yang ada CCTV tetapi belum ada voice anouncer, mereka langsung lirik-lirik ke CCTV," terang Handi.
Program Voice Announcer ATCS sendiri tidak menghasilkan surat tilang kepada pengendara. Sebab, wewenang ini berada di ranah kepolisian lalu lintas. Pihaknya hanya sekedar memberikan imbauan melalui pengeras suara di sejumlah simpang jalan.
Meski hanya imbauan, Handi mengklaim, program Voice Announcer ATCS telah memberikan dampak signifikan. Para pengendara selalu terlihat waspada dalam berkendara. Dengan demikian, pelanggaran di simpang jalan dapat berkurang dibandingkan sebelumnya.
Handi menilai, imbauan melalui suara keras sangat efektif mengurangi pelanggaran lalu lintas di simpang jalan. Sebab, para pelanggar akan menjadi pusat perhatian di sekitarnya.
Selain itu, pihaknya juga menerapkan sistem penangguhan lampu hijau di simpang jalan. Sistem ini merupakan hukuman bagi pengendara yang tidak mematuhi teguran Dishub melalui pengeras suara. "Jadi kalau ada motor enggak mau, ya kita merahkan terus. Akhirnya akan ditegur sekitarnya karena ndak bisa jalan," jelasnya.
Handi menegaskan, sistem ini pada dasarnya bukan untuk mempermalukan pengendara. Dishub Kota Malang ingin menumbuhkan budaya malu melakukan pelanggaran. Apalagi, saat ini banyak pihak tidak merasa bersalah dengan melakukan pelanggaran.
"Padahal yang mereka lakukan ini memang mengenakkan dirinya tapi merugikan orang lain. Seperti berhenti di zebra cross, padahal itu untuk pejalan kaki tapi dia mengabaikan," jelasnya.