REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Lebih dari 200.000 orang turun ke jalan untuk menunjukkan ketidakpuasan atas langkah-langkah penghematan dari pemerintah Kolombia, Kamis (21/11). Unjuk rasa ini pun menelan tiga orang korban meninggal dunia.
Protes sebagian besar berjalan damai ketika menuntut pemerintah sayap kanan Presiden Iván Duque. Namun, aksi berubah menjadi bentrokan antara demonstran dan polisi di beberapa kota termasuk ibu kota Bogota dan Cali.
Menteri Pertahanan Carlos Holmes Trujillo mengatakan korban meninggal dunia semuanya berasal dari provinsi barat Valle del Cauca. Penyebab meninggalnya ketiga orang itu pun masih dalam proses penyelidikan.
Trujillo menjelaskan, dua orang meninggal di kota Buenaventura, ketika sekelompok orang mencoba menjarah pusat perbelanjaan. "Karena tindakan kekerasan ini, pasukan keamanan pergi untuk menghadapi peristiwa tersebut, sementara menjadi sasaran agresi kekerasan dengan melempar batu dan tongkat," kata Trujillo, dikutip dari BBC, Sabtu (23/11).
Sedangkan korban ketiga dilaporkan di kota Candelaria. Sedangkan 98 orang ditangkap secara keseluruhan, sementara 122 warga sipil dan 151 anggota pasukan keamanan terluka.
Di ibu kota Valle del Cauca, Cali, pasukan keamanan bentrok dengan demonstran yang memblokir jalan dan merusak bus dan toko. Di Bogotá, polisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan yang berkumpul di Lapangan Bolivar yang bersejarah di sebelah kantor presiden. Bus dan bangunan umum diserang dan wali kota Enrique Peñalosa memperkirakan kerugian mencapai 5,8 juta dolar AS akibat kerusakan.
Untuk investigasi awal, 11 kasus telah berjalan atas dugaan pelanggaran oleh anggota pasukan keamanan. Trujillo menyatakan, langkah ini diambil setelah gambar diposting di media sosial menunjukan polisi memberlakukan para pengunjuk rasa secara kasar. Mereka termasuk seorang perwira polisi anti huru hara menendang wajah seorang pemrotes.
Demonstrasi adalah yang terbesar di negara itu dalam beberapa tahun terakhir, dan pihak berwenang mengatakan aksi unjuk rasa diadakan di 350 kota. Para pemrotes Kolombia khawatir tentang kemungkinan perubahan upah minimum, pensiun, dan reformasi pajak, serta privatisasi perusahaan-perusahaan negara.
Pemerintah menegaskan tidak ada rencana pensiun atau reformasi tenaga kerja dan perubahan apa pun akan terjadi setelah berkonsultasi dengan kelompok-kelompok buruh.
Para pengunjuk rasa juga marah tentang dugaan korupsi dan kegagalan pemerintah untuk menghormati perjanjian damai 2016 dengan pemberontak Farc sayap kiri di tengah meningkatnya kekerasan. Presiden Duque mengatakan, telah mendengar keinginan warga Kolombia dan berjanji untuk memperdalam dialog sosial.
"Dialog sosial telah menjadi prinsip utama pemerintah ini dan kami perlu memperdalamnya dengan semua sektor masyarakat dan mempercepat agenda sosial dan berperang melawan korupsi," kata Duque dalam pidato yang disiarkan televisi.